Mandailing Natal, SniperNew.id – Suasana panas mewarnai pertemuan antara mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pantau Keuangan Negara (GPKN) dengan Inspektur Mandailing Natal, Rahmad Hidayat Daulay, pada Selasa, 19 Agustus 2025. Pertemuan itu, yang semula diharapkan menjadi ajang klarifikasi dan dialog terbuka, justru berakhir dengan kekecewaan mendalam dari pihak mahasiswa dan pemuda, Selasa (26/08).
Desakan agar Bupati Mandailing Natal segera mencopot Inspektur pun menguat. Menurut GPKN, sikap dan etika seorang pejabat publik semestinya mencerminkan keteladanan, bukan sebaliknya.
Aksi mahasiswa dan pemuda sebelumnya telah berlangsung dalam dua gelombang. Pada aksi jilid II di depan kantor Inspektorat, massa GPKN menuntut adanya kejelasan terkait dugaan maladministrasi dan isu “surat pengunduran diri palsu” yang ramai diperbincangkan.
Kala itu, perwakilan mahasiswa dijanjikan oleh pihak Inspektorat akan diberi ruang dialog untuk membahas tindak lanjut tuntutan mereka. Namun, upaya bertemu Inspektur berkali-kali tertunda dengan berbagai alasan.
“Sudah beberapa kali kami mencoba, tapi pertemuan selalu gagal. Kami hanya ingin mendengar langsung dari Inspektur mengenai sejauh mana langkah pengawasan internal berjalan, tapi ternyata sulit sekali ditemui,” ujar Pajarur Rohman, Koordinator GPKN, menceritakan proses panjang sebelum akhirnya mereka dipertemukan.
Ketika pertemuan akhirnya terlaksana pada 19 Agustus, suasana yang diharapkan menjadi forum dialog justru berjalan di luar dugaan. Menurut mahasiswa, mereka tidak diperlakukan sebagaimana tamu resmi. Bahkan, kesempatan untuk menyampaikan aspirasi secara tenang pun nyaris tertutup.
“Bayangkan, kami datang dengan niat baik, tapi tidak dipersilakan duduk. Seakan-akan kami bukan bagian dari masyarakat yang berhak mendapat penjelasan,” kata Pajarur.
Situasi makin memanas ketika perdebatan terjadi. Inspektur, alih-alih menjawab pertanyaan mengenai transparansi anggaran dan isu pengunduran diri yang dipersoalkan, justru menunjukkan sikap emosional.
“Kami datang mencari solusi, tapi yang kami dapat hanyalah emosi. Pejabat publik seharusnya melayani rakyat dengan kepala dingin. Sayangnya, yang terjadi malah sebaliknya,” lanjut Pajarur.
Muhammad Rezki Lubis, Ketua GPKN, menilai sikap Inspektur tidak hanya mengecewakan, tetapi juga memperlihatkan ketidakpantasan dalam memimpin lembaga pengawas internal.
“Sikap beliau jelas memperlihatkan ketidakmampuan memimpin. Bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya pada hasil pengawasan Inspektorat, jika komunikasinya saja penuh amarah?” tegas Rezki.
Ia menambahkan, hubungan formal antara masyarakat dengan lembaga pengawas kini seperti menemui jalan buntu. “Kami sudah berusaha lewat jalur resmi, tapi ternyata tidak efektif. Karena itu, kami mendesak Bupati untuk segera mencopot Inspektur dari jabatannya.”
Mahasiswa dan pemuda menilai keputusan ada di tangan Bupati Mandailing Natal. Menurut mereka, tindakan tegas Bupati akan menunjukkan komitmen menjaga marwah pemerintahan serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas internal.
“Ini bukan sekadar soal pribadi, tapi soal kepercayaan publik. Jika Inspektur tidak mampu menjaga etika dan membuka ruang dialog, maka wajar jika kami meminta Bupati mencopotnya,” kata Rezki.
GPKN juga menegaskan komitmennya untuk melanjutkan perjuangan. Mereka merencanakan aksi lanjutan dengan tuntutan yang lebih keras apabila Bupati tidak segera merespons desakan ini.
Pengamat pemerintahan lokal, yang enggan disebutkan namanya, menilai bahwa inti persoalan bukan hanya soal teknis pengawasan anggaran, tetapi juga etika komunikasi seorang pejabat.
“Pejabat publik, terlebih di lembaga pengawasan, harus siap mendengar kritik, keluhan, bahkan protes masyarakat. Jika malah marah atau menghindar, justru akan menimbulkan kesan bahwa ada hal yang ditutupi,” katanya.
Ia menambahkan, komunikasi publik yang buruk bisa berdampak panjang, terutama pada kepercayaan masyarakat terhadap hasil pengawasan anggaran daerah.
Isu ini dengan cepat menyebar ke masyarakat Mandailing Natal, terutama melalui diskusi di media sosial dan forum warga. Sebagian masyarakat mengaku kecewa dengan kabar tersebut.
“Kalau benar begitu, ini memalukan. Harusnya pejabat bisa tenang menghadapi mahasiswa. Anak muda kan hanya ingin tahu, bukan ingin ribut,” komentar seorang warga di media sosial.
Namun ada juga yang menyerukan agar semua pihak tetap menahan diri dan memberi ruang kepada Bupati untuk mengambil keputusan yang adil. “Jangan buru-buru menilai, mungkin ada miskomunikasi. Yang penting Bupati harus segera memanggil semua pihak dan mencari jalan keluar,” tulis pengguna lainnya.
Kini, publik menanti sikap Bupati Mandailing Natal. Desakan pencopotan Inspektur memang bukan perkara ringan. Di satu sisi, tuntutan mahasiswa dan pemuda menyuarakan aspirasi tentang pentingnya etika, transparansi, dan keterbukaan. Di sisi lain, Bupati tentu perlu mempertimbangkan prosedur hukum dan administratif sebelum mengambil keputusan.
Jika Bupati mengabaikan desakan, kemungkinan besar GPKN akan menggelar aksi lanjutan. Hal ini bisa memicu gelombang protes yang lebih besar, mengingat isu akuntabilitas keuangan daerah sangat sensitif di mata masyarakat.
Beberapa tokoh masyarakat menyarankan agar Bupati mengambil langkah mediasi. Dialog terbuka antara Inspektur, mahasiswa, dan perwakilan pemerintah daerah bisa menjadi solusi sementara.
“Daripada situasi berlarut-larut, lebih baik duduk bersama. Biarkan mahasiswa menyampaikan aspirasi, dan Inspektur menjawab dengan kepala dingin. Kalau memang ada kesalahan, tentu ada mekanisme evaluasi. Jangan sampai konflik personal merusak kepercayaan publik,” ujar seorang tokoh muda Mandailing Natal.
Kasus ini juga memunculkan kembali wacana reformasi lembaga pengawasan internal daerah. Sejumlah akademisi menilai, inspektorat harus lebih terbuka kepada publik dan menjalin komunikasi aktif dengan kelompok masyarakat sipil.
“Pengawasan keuangan negara bukan hanya urusan internal pemerintah. Masyarakat juga punya hak mengawasi. Karena itu, perlu ruang partisipasi publik yang jelas, bukan justru menutup diri,” ujar seorang akademisi dari Universitas Sumatera Utara.
Desakan mahasiswa dan pemuda kepada Bupati Mandailing Natal untuk mencopot Inspektur Rahmad Hidayat Daulay kini menjadi sorotan. Pertemuan panas yang seharusnya menjadi forum klarifikasi, justru memperlebar jarak antara masyarakat dan lembaga pengawas daerah.
Apakah Bupati akan segera mengambil langkah tegas? Ataukah memilih jalur mediasi terlebih dahulu? Publik Mandailing Natal kini menunggu, sembari berharap keputusan yang diambil dapat mengembalikan kepercayaan terhadap tata kelola pemerintahan daerah. (Magrifatullah)