Berita Daerah

Seribu Jiwa Garda Adat Lampung: Laporan Kasus Dugaan Penghinaan SARA ke Polda

2160
×

Seribu Jiwa Garda Adat Lampung: Laporan Kasus Dugaan Penghinaan SARA ke Polda

Sebarkan artikel ini

Pesawaran, SniperNew.id – Pada Senin, 20 Oktober 2025, sekitar pukul 10.00 WIB, rencananya akan dilaksanakan aksi pengawalan Laporan Polisi di SPKT Polda oleh masyarakat adat Lampung dan para tokoh suku Lampung. Titik kumpul ditetapkan di depan Masjid Raya Airan di Jl. Terusan Ryacudu (sebelum Polda). Aksi ini merespon dugaan penghinaan SARA yang dinilai telah menyakiti hati masyarakat dan memicu kegaduhan sosial. Terlapor dalam kasus ini adalah Kepala Dinas Kesbangpol Mesuji, Taufik Widodo.

Akan digelar aksi pengawalan pelaporan ke polisi terhadap dugaan penghinaan berbasis SARA yang ditujukan kepada Suku Lampung.

Penghinaan tersebut diklaim telah “melukai dan menyakiti hati Suku Lampung” serta menyebabkan “kegaduhan dan gejolak sosial.”

Pihak pelapor menilai bahwa ucapan atau tindakan terlapor telah merendahkan identitas suku Lampung dan melecehkan keberadaan tanah adat.

Pelaporan akan dilakukan di SPKT Polda dengan pendampingan dari masyarakat adat dan tokoh Lampung.

Pelapor / pengawal aksi: Masyarakat adat Lampung dan kurang lebih 1.000 tokoh Lampung dijadwalkan bergabung dalam pengawalan.

Terlapor: Kepala Dinas Kesbangpol Kabupaten Mesuji, Taufik Widodo.

Instansi yang dilapori: SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) di Polda.

Lokasi aksi: di depan Masjid Raya Airan, Jl. Terusan Ryacudu. Waktu aksi: Senin, 20 Oktober 2025, mulai pukul 10.00 WIB. Tanggal: Senin, 20 Oktober 2025. Jam berkumpul: Pukul 10.00 WIB

Waktu pelaporan: setelah berkumpul di titik tersebut, dilanjutkan ke SPKT Polda.

Titik kumpul: Depan Masjid Raya Airan, Jl. Terusan Ryacudu (sebelum Polda). Lokasi pelaporan: SPKT Polda (kantor polisi)

Wilayah cakupan isu terkait Mesuji, Lampung, karena terlapor adalah pejabat Kesbangpol Mesuji.

Karena unsur penghinaan SARA dianggap melecehkan martabat suku Lampung dan merusak ikatan sosial.

Tindakan tersebut dianggap memicu konflik identitas, meruntuhkan rasa kebersamaan, dan mengancam stabilitas masyarakat adat Lampung.

Masyarakat Lampung ingin menegaskan bahwa suku Lampung itu ada, tanah adat itu ada, dan tidak boleh dihina sembarangan.

Pengawalan aksi dilakukan agar laporan polisi berjalan lancar dan agar suara masyarakat adat didengar secara resmi.

Dengan begitu, diharapkan terlapor bertanggung jawab dan ada proses hukum yang adil.

1. Pengumpulan massa – massa adat dan tokoh berkumpul di titik yang telah ditentukan (depan Masjid Raya Airan) pada pk. 10.00 WIB.

2. Koordinasi bersama aparat keamanan – agar aksi tertib dan tidak terjadi gesekan.

3. Penyusunan dokumen laporan – bukti, saksi, dugaan penghinaan SARA dikemas dalam surat laporan polisi.

4. Pelaporan ke SPKT Polda – secara resmi disampaikan disertai pendampingan tokoh adat atau kuasa hukum.

5. Pengawalan aksi – tokoh dan masyarakat menjaga agar prosedur berjalan lancar.

6. Monitoring lanjutan – setelah laporan, masyarakat akan memantau perkembangan penyelidikan dan proses hukum.

Pejabat Taufik Widodo sebelumnya telah dikenal sebagai Kepala Badan Kesbangpol Mesuji setelah dilantik dari posisi camat Mesuji. Belakangan, namanya sempat menjadi sorotan terkait konflik agraria di Mesuji.

Dari laporan media, Kadis Kesbangpol Mesuji pernah menyampaikan permintaan maaf atas pernyataan soal lahan marga yang dianggap kontroversial.

Dalam konflik agraria, Kadis Kesbangpol menyebut bahwa provinsi Lampung “tidak dikenal adanya tanah adat” sebagai bagian dari argumentasi mediasi, yang memicu reaksi dari masyarakat adat.

Proses mediasi dengan berbagai unsur (Pemkab Mesuji, Forkopimda, BPN) telah dilakukan dalam penyelesaian sengketa agraria.

Aksi pengawalan laporan ini diharapkan jadi momentum agar persoalan penghinaan terhadap identitas suku Lampung direspons secara hukum dan moral. Masyarakat adat menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam ketika simbol, hak, dan martabat mereka diinjak. Publik menunggu perkembangan lebih lanjut, apakah proses hukum akan berjalan adil, transparan, dan berimbang antara pengadu dan terlapor. (Suf).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *