Jakarta, SniperNew.id – Sebuah perdebatan hangat mencuat di media sosial setelah unggahan akun rumpi_gosip di platform Threads menjadi viral. Dalam unggahan tersebut, terlihat sejumlah orang tua murid Sekolah Al Izzah menyuarakan penolakan keras terhadap program MBG (Makan Bersama Gratis). Video dan kutipan pernyataan wali murid itu langsung menuai berbagai reaksi, baik yang mendukung maupun mengkritik, Selasa (30/09).
Kontroversi ini bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang persepsi kemampuan ekonomi, keadilan distribusi program pemerintah, serta kesenjangan sosial yang tampak nyata di masyarakat.
Unggahan viral tersebut memperlihatkan seorang wali murid yang menolak program MBG dengan alasan bahwa mayoritas siswa di sekolah itu berasal dari keluarga mampu. Dalam pernyataannya, wali murid tersebut menyebut bahwa rata-rata orang tua siswa memiliki mobil mewah seperti Pajero dan Fortuner. Bahkan, ia menyinggung bahwa para orang tua merasa tidak perlu sampai menerima bantuan berupa program makan gratis.
Salah satu kutipannya yang paling ramai diperdebatkan adalah. “Sebagian besar anak sekolah di sini supirnya satu-satu biayanya 3 juta, mobil orang tua rata-rata Pajero, Fortuner. Anak saya aja bilang, ‘Bunda-bunda merasa kita nggak mampu ya sampai harus makan MBG.’”
Pernyataan ini memicu reaksi keras. Ada yang menilai ucapan tersebut arogan, namun ada pula yang menganggap sang ibu hanya menyuarakan realita bahwa program MBG lebih tepat diberikan kepada sekolah-sekolah di pelosok dengan siswa yang benar-benar membutuhkan.
1. Wali murid Sekolah Al Izzah. Mereka yang merasa program MBG kurang tepat sasaran, mengingat sekolah tersebut dikenal elit dan mayoritas siswanya berasal dari keluarga berkecukupan.
Akun ini yang pertama kali mengunggah video dan kutipan pernyataan wali murid ke platform Threads. Hingga saat ini unggahan tersebut sudah ditonton lebih dari 622 ribu kali.
Ribuan komentar bermunculan. Ada yang mengecam sang ibu karena dianggap pamer kekayaan, namun tidak sedikit pula yang mendukung dengan alasan program MBG seharusnya dialokasikan ke sekolah di daerah yang lebih membutuhkan.
Program makan gratis ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang tujuannya membantu anak-anak sekolah agar tercukupi gizinya, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Kejadian ini berlangsung di Sekolah Al Izzah, sebuah sekolah swasta yang dikenal elit. Lokasinya berada di perkotaan, di mana fasilitas pendidikan dan latar belakang ekonomi siswa mayoritas jauh lebih baik dibanding sekolah-sekolah negeri di daerah pelosok.
Namun, perdebatan ini kemudian melebar di media sosial, sehingga tidak hanya terbatas pada ruang rapat orang tua murid, melainkan menjadi konsumsi publik nasional.
Unggahan tersebut diunggah sekitar 10 jam sebelum tangkapan layar ini dibuat dan langsung menyebar luas di Threads. Dalam waktu kurang dari sehari, unggahan itu sudah mendapat lebih dari 5.700 tanda suka (likes), 1.400 komentar, dan 291 unggahan ulang (reposts).
Perdebatan pun terus berlanjut hingga saat ini, dengan opini publik yang semakin beragam.
Ada beberapa alasan yang disampaikan dalam unggahan dan komentar warganet: Banyak orang tua merasa program MBG seharusnya difokuskan untuk anak-anak yang benar-benar membutuhkan, terutama di sekolah negeri atau swasta non-elit di daerah pelosok.
Beberapa siswa bahkan menganggap memakan MBG seolah-olah menunjukkan ketidakmampuan, sehingga muncul rasa enggan menerima.
Seorang warganet bernama bambangpradopo63 menulis bahwa orang tua akan menolak jika anak dipaksa makan MBG, karena khawatir masakan tidak higienis bahkan berpotensi beracun. Ia menegaskan biaya rumah sakit akibat keracunan jauh lebih besar dibanding manfaat MBG.
Sebagian pihak menilai kebijakan MBG masih “jomplang”. Ada sekolah elit yang menerima, sementara banyak sekolah di pelosok belum merasakannya.
Reaksi publik terbelah menjadi dua kutub besar: Warganet cc_ldc93 menyatakan mendukung sang ibu, bukan karena sombong, tetapi karena memang MBG seharusnya diberikan kepada yang lebih membutuhkan.
wardayuliah_ juga menegaskan hal serupa, bahwa lebih baik MBG dialokasikan ke sekolah di daerah pelosok, bukan di pusat kota.
imaniamaulidina menilai maksud ibu tersebut bukan pamer, melainkan menunjukkan adanya ketidakadilan. Menurutnya, program ini justru jomplang ketika sekolah elit bisa dapat, sementara sekolah non-elit tidak.
Tidak sedikit yang menilai ucapan wali murid itu merendahkan program pemerintah dan terkesan arogan dengan menyebut mobil mewah seperti Pajero dan Fortuner.
Beberapa warganet menganggap seharusnya orang tua tidak mempermasalahkan program, karena MBG berlaku untuk semua siswa tanpa membedakan kaya atau miskin.
Ada juga yang lebih fokus pada aspek higienis makanan, bukan soal status sosial.
Sebagian lain menilai wajar jika orang tua khawatir, namun penyampaian dengan menyinggung mobil mewah membuat persepsi publik menjadi negatif.
Kontroversi ini memperlihatkan beberapa hal penting: Ucapan tentang mobil mewah dan supir pribadi menjadi sorotan karena mencerminkan adanya jurang sosial antara sekolah elit dan sekolah di pelosok.
Maksud sang ibu mungkin baik, yakni agar bantuan dialokasikan ke pihak yang lebih membutuhkan. Namun, cara penyampaian justru menimbulkan kesan pamer dan memicu kontroversi.
Program MBG sejatinya bertujuan baik. Namun, jika distribusinya tidak merata atau dianggap kurang tepat sasaran, maka efektivitasnya patut dipertanyakan.
Viral di Threads menunjukkan bagaimana isu lokal cepat berubah menjadi isu nasional berkat media sosial. Opini publik pun terbentuk bukan hanya dari fakta, tetapi juga persepsi netizen.
Kontroversi program MBG di Sekolah Al Izzah memperlihatkan bahwa kebijakan publik selalu rentan menimbulkan pro dan kontra, terutama ketika menyangkut isu sensitif seperti bantuan sosial.
Apa yang dimaksudkan sebagai program pemerataan gizi bagi anak-anak sekolah justru menuai kritik karena dianggap tidak tepat sasaran. Meski begitu, pemerintah perlu mengevaluasi implementasi program ini, agar benar-benar memberi manfaat pada anak-anak yang paling membutuhkan, tanpa menimbulkan kecemburuan sosial.
Pada akhirnya, kontroversi ini membuka ruang diskusi yang lebih luas: apakah program universal seperti MBG harus berlaku untuk semua, ataukah perlu diferensiasi agar lebih tepat sasaran. (Ahm/Ahm).