Pringsewu -SniperNew.id – Sejumlah catatan tertulis tangan dari anggota Kelompok Tani (Poktan) Mulyatani di Dusun Sinar Kultum, Kabupaten Pringsewu, Lampung, mengungkap adanya dugaan ketidaktertiban penyaluran bantuan kambing yang bersumber dari program pemerintah pada tahun 2024.
Dengan informasi ini diduga Ketua dan anggota tidak sinkron, sementara pihak pengurus menyebut telah ada penyaluran dengan jumlah tertentu, Senin (06/10/2025).
Dokumen yang diperoleh redaksi berisi tiga lembar catatan tertanggal 1 Oktober 2025, yang ditulis oleh sejumlah anggota kelompok tani. Ketiganya memuat keterangan berbeda dari pihak pengurus dan anggota mengenai keberadaan bantuan kambing.
Keterangan Ketua Kelompok Tani: 23 Ekor Bantuan, Sebagian Sudah Berkembang
Dalam lembar pertama, seseorang bernama Wibowo, yang disebut sebagai Ketua Kelompok Tani Mulyatani, menulis identitasnya secara lengkap:
“Nama inisial WB. HP: 0827 9764 31XX. NIK: 1810080870680005. Alamat: Sinar Kucung. Jabatan: Kelompok Tani Mulyatani – Ketua. Anggota: 43 orang anggota di awal 2024 sampai sekarang.”
WB Ketua Kelompok tani, kemudian menjawab serangkaian pertanyaan terkait bantuan kambing. Ia menyatakan bahwa selama menjabat sebagai ketua kelompok tani, dirinya pernah menerima bantuan kambing sebanyak 23 ekor.
“Apakah Pak WB pernah dapat bantuan selama menjadi Ketua Poktan? Dapat bantuan kambing 23 ekor,” tulisnya dalam catatan itu.
WB juga menuliskan sumber bantuan tersebut berasal dari aspirasi tahun 2024 yang disalurkan melalui Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pesawaran.
“Dari manakah sumber bantuan kambing tersebut? Dari aspirasi 2024 dan Dinas Peternakan,” lanjut keterangan tertulis itu.
Menurut WB, kambing bantuan tersebut diberikan kepada beberapa anggota kelompok tani secara bergiliran, dan sebagian di antaranya telah berkembang biak.
“Dari 23 ekor kambing apakah sudah beranak? Betina beranak 6 ekor, mati 7 ekor. Total jumlah yang ada: 22 ekor,” tulisnya.
Dalam bagian akhir catatan itu, Wibowo menandatangani pernyataan yang juga memuat daftar nama anggota yang disebut menerima atau memelihara kambing, antara lain:
Suwondo (2 ekor), Surso (2 ekor), Amri (2 ekor), Misbah (8 ekor), Nafian (4 ekor), Riswanto (2 ekor), dan Fauzi (1 ekor).
Catatan tersebut ditandatangani di Sinarbaru, 1 Oktober 2025. Keterangan Anggota: Kambing Dipelihara 8 Bulan, 6 Ekor Mati
Lembar kedua berisi tulisan tangan milik Suwondo, yang juga mengaku sebagai anggota Poktan Mulyatani. Dalam catatan itu, ia menjelaskan pernah memelihara kambing bantuan sebanyak 25 ekor yang terdiri dari 23 ekor betina dan 2 ekor jantan.
“Apakah pernah memelihara kambing bantuan? Pernah. Berapa ekor? 25 ekor. Betina 23 ekor, jantan 2 ekor,” tulis Suwondo.
Ia menambahkan bahwa masa pemeliharaannya berlangsung selama 8 bulan sebelum kambing-kambing itu diserahkan kembali kepada empat anggota kelompok lain.
“Setelah 8 bulan, kambing tersebut saya serahkan kepada 4 anggota Poktan Mulyatani,” tulisnya.
Dalam catatan itu, berinisial SW juga merinci nama-nama penerima berikut jumlah kambing yang diterima:
1. Misbah – 5 ekor
2. Nafian – 3 ekor
3. Jumadi – 2 ekor
4. Kiy Warto – 4 ekor
5. Suyoso – 5 ekor
Namun, SW juga mencatat bahwa 6 ekor kambing mati selama masa pemeliharaan. Ia menyatakan bahwa selama dirinya memelihara, belum ada hasil berupa kelahiran kambing baru.
“Yang mati 6 ekor. Selama saya memelihara belum pernah beranak. Demikian keterangan ini saya buat dengan sebenarnya,” tulis Suwondo.
Dokumen itu juga ditandatangani di Sinarbaru, tanggal 1 Oktober 2025.
Dalam surat pernyataannya, Suroso menegaskan bahwa selama terdaftar sebagai anggota, dirinya tidak pernah menerima maupun memelihara kambing yang disebut sebagai bantuan kelompok.
“Demi kebenaran pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya,” tulisnya.
Surat itu ditandatangani oleh Suroso sendiri, dibubuhi stempel bertuliskan Lembaga Investigasi dan Pengawasan Aset Negara (LIPAN) Republik Indonesia, dan bertanggal Sinarbaru, 1 Oktober 2025.
Dari hasil penelusuran terhadap Dua dokumen tersebut, tampak adanya perbedaan data antara keterangan Ketua Kelompok Tani dan para anggotanya.
WB mengaku telah menyalurkan bantuan 23 ekor kambing dari program aspirasi tahun 2024 kepada anggota kelompok.
Selain itu, SW menyebut bahwa jumlah awal kambing mencapai 25 ekor, berbeda dengan data versi ketua kelompok yang mencatat hanya 23 ekor. Suwondo juga mengungkap adanya kematian enam ekor kambing selama masa pemeliharaan serta belum ada hasil perkembangan ternak.
Ketidaksesuaian ini memunculkan dugaan adanya kekeliruan dalam proses distribusi atau pencatatan bantuan yang seharusnya diterima oleh seluruh anggota kelompok.
Berdasarkan keterangan tertulis, bantuan kambing tersebut berasal dari program aspirasi tahun 2024, yang disalurkan melalui Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pesawaran. Tujuannya adalah mendukung pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan melalui program kelompok tani dan peternak.
Namun, dari keterangan di lapangan, beberapa anggota kelompok menyebut belum menerima bantuan, sementara sebagian lainnya mengaku sempat memelihara tetapi hasilnya tidak sesuai harapan.
Kasus ini memperlihatkan pentingnya transparansi dan pendataan yang akurat dalam pelaksanaan bantuan pemerintah di tingkat kelompok masyarakat. Dalam situasi seperti ini, perbedaan keterangan antaranggota dapat menimbulkan kecurigaan dan mengurangi kepercayaan terhadap program pemberdayaan.
Lembaga pengawasan seperti LIPAN (Lembaga Investigasi dan Pengawasan Aset Negara) yang disebut dalam dokumen turut mencatat kasus tersebut sebagai bentuk pengawasan publik terhadap realisasi bantuan pemerintah.
Jika ditinjau dari kronologi yang tertulis, bantuan disalurkan pada tahun 2024, namun hingga Oktober 2025 masih belum jelas siapa saja penerima pastinya, berapa jumlah kambing yang masih hidup, dan bagaimana pengelolaannya. Beberapa anggota bahkan mengaku tidak pernah mengetahui adanya bantuan tersebut.
Secara administratif, bantuan ternak seharusnya disalurkan berdasarkan daftar penerima yang disahkan dalam berita acara. Pengurus kelompok memiliki kewajiban membuat laporan perkembangan, termasuk data kematian ternak, kelahiran, dan pembagian hasil.
Jika dalam praktiknya terjadi selisih antara laporan dan kenyataan, hal itu dapat menjadi dasar evaluasi oleh instansi berwenang.
Selain itu, program bantuan ternak biasanya memiliki ketentuan bahwa hasil berkembang biak dari hewan bantuan harus diserahkan kembali ke kelompok untuk dibagikan kepada anggota lain, sehingga manfaatnya berkelanjutan.
Namun, berdasarkan catatan yang ada, mekanisme seperti ini tampak belum berjalan optimal di kelompok Mulyatani.
Dari dokumen yang ditemukan, terdapat tiga fakta utama:
1. WB (ketua kelompok) mengaku menerima dan menyalurkan bantuan kambing 23 ekor kepada anggota.
2. SW (anggota) menyatakan memelihara 25 ekor kambing selama 8 bulan, dengan 6 ekor mati dan tidak ada yang beranak.
Keterangan yang tidak sejalan ini membuka ruang bagi evaluasi dan klarifikasi resmi dari pihak dinas terkait serta aparat pemerintahan desa untuk memastikan bahwa bantuan pemerintah tepat sasaran.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pesawaran mengenai hasil pemeriksaan atau tindak lanjut atas perbedaan data tersebut. Namun dokumen ini menjadi bukti penting adanya potensi salah kelola atau distribusi tidak merata dalam program bantuan peternakan di tingkat kelompok tani. (Tim)












