Jambi, SniperNew.id – Di tengah hiruk pikuk perkembangan pendidikan di perkotaan, masih ada sudut negeri yang berjuang keras untuk memberikan hak belajar bagi anak-anaknya. Desa Bukit Bakar, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, menjadi salah satu cerminan semangat tersebut. Meski telah resmi menjadi desa sejak 2011, desa ini hingga kini belum memiliki bangunan sekolah dasar negeri yang memadai.
Sebuah unggahan di media sosial Facebook baru-baru ini menjadi sorotan warganet. Unggahan tersebut menampilkan kondisi sekolah kelas jauh di Desa Bukit Bakar yang masih mengandalkan bangunan semi permanen hasil swadaya masyarakat. Foto-foto yang dibagikan memperlihatkan sebuah ruang belajar sederhana berdinding papan dan berlantai semen, dengan meja kursi seadanya. Meski sederhana, semangat anak-anak untuk belajar tampak tidak pernah padam.
Unggahan itu ditulis oleh seorang warga desa bernama Marjuni Juni. Dalam tulisannya, ia menceritakan kondisi sekolah yang jauh dari kata layak namun tetap berdiri berkat gotong royong warga desa. Ia juga mengungkapkan harapan besar agar pemerintah daerah segera memberikan perhatian.
“Ini lah kondisi SD kelas jauh Desa Bukit Bakar, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, yang serba kekurangan termasuk bangunan gedung fasilitas belajar dan mengajar. SD ini nginduk ke SDN 190 Desa Sungai Paur, sementara Desa ini sah menjadi desa mulai tahun 2011 hingga kini tidak memiliki SD negeri. Dimohon kepada pemerintah Tanjab Barat untuk memperhatikan nasib mereka yang tinggal di sana, sementara harapan warga setempat juga para anak didik sekolah mereka menjadi sekolah negeri sehingga mereka bisa menikmati fasilitas yang lengkap,” tulisnya.
Lebih lanjut, Marjuni menjelaskan bahwa sekolah darurat tersebut berdiri atas inisiatif kepala desa dan warga sekitar. Mereka secara bergotong royong membangun gedung sederhana demi memastikan anak-anak tetap bisa menempuh pendidikan dasar tanpa harus menempuh perjalanan jauh.
“Bangunan lokal seadanya ini inisiatif kades dan warga secara bergotong royong membangun gedung tempat anak belajar. Sementara muridnya sebanyak 74 orang dari kelas satu sampai kelas enam, yang dulunya menumpang sekolah di SD kelas jauh Desa pemekaran Desa Lubuk Madrasah Tebo,” lanjutnya.
Desa Bukit Bakar menjadi contoh nyata bahwa kesenjangan fasilitas pendidikan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah besar. Jarak desa yang cukup jauh dari pusat kecamatan membuat akses pendidikan formal sulit dijangkau. Dengan kondisi tersebut, warga desa memutuskan untuk mengambil langkah konkret dengan membangun sekolah darurat menggunakan material seadanya.
Foto-foto yang diunggah menunjukkan betapa sederhana fasilitas yang ada. Bangunan sekolah hanya berdinding kayu dengan atap seng. Meja dan kursi pun tampak terbatas, bahkan beberapa siswa terlihat harus berbagi tempat duduk. Meski demikian, anak-anak tampak serius mengikuti pelajaran, seolah keterbatasan tidak mengurangi semangat mereka untuk meraih ilmu.
Upaya warga Desa Bukit Bakar menunjukkan nilai gotong royong yang masih kuat di tengah masyarakat pedesaan. Mereka tidak menunggu bantuan datang, melainkan bergerak bersama demi masa depan generasi penerus. Namun demikian, harapan besar tetap tertuju pada perhatian pemerintah agar sekolah darurat tersebut dapat diresmikan menjadi sekolah negeri dengan fasilitas yang layak.
Indonesia memiliki ribuan desa dengan akses pendidikan yang masih terbatas, terutama di wilayah pedalaman. Pemerataan fasilitas pendidikan menjadi tantangan tersendiri karena melibatkan faktor geografis, ketersediaan tenaga pendidik, dan anggaran pembangunan.
Di Desa Bukit Bakar, tantangan itu semakin terasa karena lokasi desa yang jauh dari pusat pemerintahan kabupaten. Selama bertahun-tahun, anak-anak desa ini harus menempuh perjalanan ke sekolah induk di Desa Sungai Paur. Bagi sebagian keluarga, jarak tempuh dan biaya perjalanan menjadi hambatan yang tidak ringan.
Kini, dengan berdirinya sekolah darurat tersebut, anak-anak desa bisa belajar lebih dekat dengan rumah. Namun, keberadaan sekolah tersebut masih bersifat sementara. Statusnya yang belum resmi menjadi sekolah negeri membuat banyak fasilitas penting belum bisa terpenuhi, mulai dari buku pelajaran, alat tulis, hingga sarana penunjang seperti laboratorium sederhana dan perpustakaan.
Unggahan Marjuni Juni bukan sekadar curahan hati, melainkan seruan agar pemerintah daerah menaruh perhatian pada kondisi pendidikan di desa tersebut. Warga berharap Desa Bukit Bakar bisa segera memiliki sekolah dasar negeri resmi dengan fasilitas memadai, sehingga anak-anak bisa belajar dengan nyaman seperti anak-anak di daerah lain.
Harapan itu bukan tanpa alasan. Pendidikan yang layak menjadi hak setiap anak Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketimpangan akses pendidikan di desa-desa pedalaman dapat memperlebar jurang ketidaksetaraan.
“Anak-anak di sini juga memiliki mimpi yang sama dengan anak-anak di kota. Mereka ingin menjadi guru, dokter, polisi, atau profesi lainnya. Tapi untuk mencapai itu semua, mereka butuh fasilitas pendidikan yang layak,” kata salah seorang warga saat ditemui tim media lokal.
Meskipun belajar di gedung seadanya, semangat anak-anak Bukit Bakar menjadi inspirasi banyak orang. Dalam salah satu foto yang diunggah, tampak beberapa siswa dengan seragam pramuka duduk di meja panjang sambil menulis. Dinding papan dan atap seng tidak mengurangi fokus mereka pada pelajaran yang diberikan guru.
Semangat ini menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal bangunan mewah, tetapi tentang tekad untuk terus belajar di tengah keterbatasan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa fasilitas memadai tetap diperlukan agar proses belajar mengajar berlangsung efektif dan aman.
Kepedulian warga Desa Bukit Bakar untuk bergotong royong membangun sekolah darurat patut diapresiasi. Di tengah keterbatasan anggaran dan dukungan, mereka tetap mengutamakan pendidikan. Hal ini menunjukkan kuatnya modal sosial di pedesaan yang bisa menjadi inspirasi untuk daerah lain.
Gotong royong yang dilakukan tidak hanya mencerminkan kebersamaan, tetapi juga tekad untuk tidak menyerah pada keadaan. Namun, usaha warga tentu akan lebih bermakna jika mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat.
Kisah Desa Bukit Bakar menjadi pengingat bahwa pemerataan pendidikan masih menjadi pekerjaan besar bagi bangsa ini. Dukungan dari semua pihak — pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta — sangat dibutuhkan. Bantuan berupa pembangunan gedung sekolah, penyediaan buku dan alat tulis, hingga tenaga pengajar tambahan bisa menjadi langkah awal yang berdampak besar.
Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Anak-anak Desa Bukit Bakar adalah aset berharga yang suatu saat akan berkontribusi bagi negeri ini. Memberikan mereka hak atas pendidikan layak adalah investasi jangka panjang yang akan dirasakan manfaatnya di masa depan.
Unggahan Marjuni Juni yang disertai foto-foto kondisi sekolah ini telah dibagikan puluhan kali di media sosial. Respon simpati dan kepedulian mulai berdatangan dari berbagai pihak. Semoga perhatian ini menjadi titik awal perubahan yang lebih baik bagi pendidikan di Desa Bukit Bakar dan desa-desa pedalaman lainnya di Indonesia. (Ahmad)