Tanjung Jabung Timur, SniperNew.id – Sebuah video yang memperlihatkan perdebatan antara seorang guru dan kepala sekolah di SMAN 4 Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, beredar luas di media sosial dan memicu beragam tanggapan warganet. Dalam video yang diunggah oleh akun kabarnetizenjambi di platform Threads, disebutkan bahwa seorang guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) menyampaikan keluhan siswa terkait perubahan fungsi Ruang OSIS yang dijadikan kantin sekolah, Selasa (14/10).
Kepala sekolah, dalam video tersebut, dikabarkan menanggapi dengan menyebut sang guru “sok jago”. Unggahan itu dengan cepat menarik perhatian publik dan menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan warganet, khususnya masyarakat Jambi.
Dalam unggahan kabarnetizenjambi, dijelaskan bahwa peristiwa tersebut bermula ketika seorang guru menyampaikan aspirasi siswa yang merasa keberatan karena ruang OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) dialihfungsikan menjadi kantin. Guru tersebut menilai bahwa ruang OSIS merupakan tempat penting bagi siswa untuk berorganisasi, berdiskusi, dan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler.
Namun, penyampaian aspirasi itu rupanya menimbulkan ketegangan di lingkungan sekolah. Kepala sekolah yang bersangkutan dikabarkan memberikan tanggapan yang dianggap kurang pantas oleh sebagian pihak, sehingga situasi menjadi ramai dan sempat terekam kamera.
Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa yang terlibat dalam peristiwa itu adalah seorang guru P3K di SMAN 4 Dendang dan kepala sekolah. Nama keduanya tidak disebut secara resmi oleh akun yang mengunggah, namun publik sudah mengetahui bahwa keduanya adalah tenaga pendidik di sekolah yang sama.
Sementara itu, para siswa yang menjadi latar belakang keluhan disebut tidak terlibat langsung dalam perdebatan, tetapi menjadi pihak yang terdampak atas perubahan fungsi ruang OSIS.
Peristiwa ini terjadi di lingkungan SMAN 4 Dendang, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Unggahan video tersebut muncul di media sosial sekitar 6 jam sebelum tangkapan layar diambil, sehingga diperkirakan kejadian terjadi pada pertengahan Oktober 2025.
Lokasi sekolah yang berada di wilayah perdesaan menjadikan peristiwa ini cepat menarik perhatian masyarakat sekitar yang mengenal baik para guru dan siswa di sekolah tersebut.
Berdasarkan narasi dari unggahan dan komentar warganet, akar persoalan berasal dari perubahan fungsi Ruang OSIS menjadi kantin sekolah.
Guru P3K tersebut merasa perlu menyampaikan aspirasi siswa yang kehilangan ruang organisasi mereka. Namun, cara penyampaiannya dianggap kurang tepat oleh sebagian pihak, karena dilakukan di depan umum dan menimbulkan suasana tegang.
Di sisi lain, pihak kepala sekolah diduga menganggap tindakan sang guru sebagai bentuk ketidaksopanan atau pelanggaran etika organisasi sekolah. Dari sinilah muncul perdebatan terbuka yang akhirnya direkam dan viral di media sosial.
Komentar-komentar yang muncul di unggahan kabarnetizenjambi menunjukkan beragam pandangan masyarakat. Sebagian besar warganet menyoroti cara penyampaian kritik dari guru tersebut dan respons kepala sekolah yang dinilai tidak mencerminkan keteladanan seorang pemimpin pendidikan.
Beberapa komentar menilai bahwa permasalahan internal sekolah seharusnya dibahas melalui rapat atau mekanisme musyawarah, bukan di depan siswa atau publik.
Akun @patrice_course20 menulis. “Harusnya bapak gurunya mengajarkan cara berdiskusi dengan baik. Cari permasalahan dan temukan solusinya secara musyawarah, tidak dengan cara seperti ini.”
Sementara akun @trisna.aiu menambahkan. “Apakah di sekolah tersebut tidak ada mekanisme diskusi atau tidak ada rapat yang membahas permasalahan sekolah di tingkat internal manajemen dan guru?”
Banyak juga yang mengingatkan agar tenaga pendidik menunjukkan sikap profesional dalam menghadapi perbedaan pendapat. Akun @normawati234 menulis. “Pak Joko penyampaiannya jangan begitu. Bikin gaduh sekolah. Apalagi anak SMA yang berani dan kritis. Apalagi Anda P3K, Pak.”
Warganet lain, @deenacamalea, mengomentari. “Bapak dan ibu ini guru kan ya? Bisa lo, pembahasannya sambil rapat. Bisa kok didiskusikan baik-baik.”
Di sisi lain, ada juga komentar yang menyoroti kebijakan kepala sekolah:
@limjong58 menulis. “Logika… ruang OSIS dijadikan kantin. Pertanyaannya, terus ruang OSIS-nya diganti atau tidak?”
Sementara @zulialipu77 berpendapat. “Ruang OSIS dibuat kantin? Hati-hati, Bu. Status PNS bisa dicabut lho.”
Para komentator juga menyoroti aspek etika komunikasi di lingkungan pendidikan. Mereka menilai baik guru maupun kepala sekolah seharusnya menjadi teladan dalam menyelesaikan masalah.
Akun @gusti.m.randa_mr.g menulis. “Kebodohan sedang dipertontonkan di depan generasi penerus. Tolong, masing-masing ego diturunkan, Pak, Bu. Malu.”
Sementara akun @bluegreen_net menambahkan. “Guru kok begitu… mana ilmu pedagogiknya? Dipakai dong untuk berkomunikasi dan mengkomunikasikan sesuatu. Ah, cuma modal ijazah aja ini.”
Komentar-komentar tersebut menunjukkan adanya keprihatinan publik terhadap perilaku tenaga pendidik yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai pendidikan karakter.
Sebagian warganet juga menyoroti status guru yang berstatus P3K. Komentar dari akun @dewiidaayu menyinggung persepsi publik terhadap sebagian guru P3K yang dinilai berubah setelah diangkat. “Mau komen banget tentang P3K tapi takut banyak yang kesinggung. Meski nggak semua, tapi ada loh. Setelah diangkat jadi P3K gayanya udah kayak eselon.”
Namun, beberapa komentar lain mencoba menengahi dan mengingatkan agar publik tidak menggeneralisasi seluruh guru P3K.
Meski banyak kritik tajam, sebagian warganet tetap menyerukan sikap damai dan dialog yang konstruktif. Mereka mengingatkan bahwa perbedaan pendapat seharusnya tidak membuat suasana sekolah menjadi tegang.
Akun @kiranalkautsar menulis. “Awal mulanya ini gimana… Kok sebagai guru nggak bisa bicarakan dalam forum diskusi? Jangan saling menjatuhkan di depan murid.”
Sedangkan @budi_whyuti memberi pesan moral. “Astafirullah, Bu Guru yang baik kalau bicara nggak usah ngerendahin teman guru yang lain. Gimana jadinya anak-anak sekolah kalau guru dan kepala sekolah tidak memberi contoh yang baik untuk diskusi.”
Pakar pendidikan menilai kasus seperti ini mencerminkan pentingnya penguatan budaya komunikasi yang sehat di sekolah. Dalam lembaga pendidikan, guru dan kepala sekolah adalah panutan bagi siswa. Ketika konflik atau perbedaan pandangan muncul, penyelesaiannya sebaiknya dilakukan melalui forum resmi seperti rapat dewan guru, bukan di ruang publik atau di depan peserta didik.
Selain itu, kebijakan pengelolaan ruang di sekolah perlu mempertimbangkan aspirasi siswa dan fungsi organisasi kesiswaan. Ruang OSIS memiliki makna simbolis bagi perkembangan kepemimpinan dan karakter siswa. Jika harus dialihfungsikan, sebaiknya disediakan alternatif ruang yang setara agar kegiatan siswa tidak terganggu.
Peristiwa di SMAN 4 Dendang menjadi cerminan bahwa komunikasi dan koordinasi di lingkungan pendidikan masih memerlukan penguatan. Baik guru maupun kepala sekolah diharapkan bisa mencontohkan sikap dewasa, terbuka terhadap kritik, dan menyelesaikan perbedaan pendapat secara profesional.
Viralnya video ini menjadi pengingat bagi dunia pendidikan bahwa peran pendidik tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga meneladankan nilai musyawarah, etika, dan tanggung jawab moral di hadapan siswa.
Editor: (Tim Redaksi Pendidikan)
Sumber: (Akun Threads @kabarnetizenjambi dan komentar publik).












