Berita Pendidikan

Mogok 630 Siswa, Kepala SMAN 1 Cimarga Diusut karena Tampar Murid Ketahuan Merokok

266
×

Mogok 630 Siswa, Kepala SMAN 1 Cimarga Diusut karena Tampar Murid Ketahuan Merokok

Sebarkan artikel ini

Lebak, SniperNew.id –  Sekitar 630 siswa SMAN 1 Cimarga mogok sekolah sebagai bentuk protes atas tindakan kepala sekolah, Dini Fitri, yang diduga menampar salah satu murid saat ketahuan merokok di lingkungan sekolah. Mogok berlangsung pada Senin (13 Oktober 2025), setelah video dugaan kekerasan tersebar luas di media sosial.

Berikut kronologi, tanggapan pihak-pihak terkait, dan upaya penyelesaian kasus ini berdasarkan data terkini dan pernyataan resmi. Insiden bermula pada Jumat (10 Oktober 2025) saat sekolah mengadakan kegiatan “Jumat Bersih.” Kepala sekolah dikabarkan melihat seorang siswa kelas 12 berinisial ILP (17 tahun) merokok di area kantin sekolah.

Ketika ditegur, siswa tersebut menyangkal dan menyembunyikan rokoknya. Menurut Dini, ia spontan menegur dengan nada keras, bahkan sempat memukul ringan sebagai reaksi emosional, tapi ia menyangkal terjadi pemukulan keras.

Video rekaman insiden menyebar di media sosial dan Threads, yang kemudian memicu reaksi dari siswa dan orang tua. Di unggahan Threads, klaim disampaikan bahwa kepala sekolah “menampar karena ketahuan merokok,” lalu “630 siswa mogok sekolah” dan orang tua melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian. (gambar unggahan media sosial disajikan dalam lampiran)

Akibat peristiwa itu, Gubernur Banten Andra Soni menyatakan akan mempertimbangkan penonaktifan kepala sekolah. Pihak orang tua siswa yang merasa anaknya dianiaya langsung melaporkan kejadian ke Polres Lebak.

Sejak aksi mogok, sekolah tetap membuka proses belajar-mengajar secara daring agar siswa tidak tertinggal materi.

Kepala Sekolah (DF / Dini Fitri) Pihak yang dituduh melakukan penamparan. Siswa ILP (korban diduga) Siswa kelas 12 yang ketahuan merokok dan menjadi korban tindakan peneguran fisik.

630 Siswa SMAN 1 Cimarga Mereka yang melakukan aksi mogok sebagai bentuk protes. Orang tua siswa Mengajukan laporan ke polisi atas dugaan kekerasan terhadap anak mereka.

Dinas Pendidikan / Pemerintah Provinsi Banten Terlibat dalam keinginan menonaktifkan kepala sekolah dan sebagai otoritas pengawas.

FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia)  Memberikan pernyataan bahwa tindakan kekerasan fisik terhadap anak melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.

Pembelaan Kepala Sekolah
Dini mengklaim bahwa ia bertindak spontan menahan emosi, menegur siswa yang berbohong, dan hanya memukul ringan, bukan dengan tenaga keras. Ia menegaskan tak ada pemukulan keras yang dilakukan.

FSGI menyatakan bahwa kekerasan fisik dalam bentuk apapun terhadap anak, termasuk tamparan, melanggar UU Perlindungan Anak Pasal 76C. Mereka menilai pelaporan ke polisi dan pemeriksaan medis (visum) harus dilakukan agar fakta hukum jelas. Aksi mogok dianggap sebagai bentuk hak berpendapat siswa, menuntut pertanggungjawaban dan transparansi dari sekolah. Langkah Pemerintah, Gubernur telah menyebut penonaktifan sebagai opsi jika terbukti ada pelanggaran.

Kelangsungan proses pendidikan terganggu banyak kelas kosong pada hari mogok, dan sekolah terpaksa memindahkan metode pembelajaran ke daring.

Kepercayaan warga / orang tua terhadap lembaga sekolah bisa tergerus apabila kasus ini tidak ditangani dengan baik secara hukum dan moral.

Jika terbukti melanggar, tindakan kepala sekolah bisa menjadi preseden pengawasan yang lebih ketat atas kekerasan pendidik di sekolah lainnya.

Dinas Pendidikan dan Pemprov Banten menghadapi tantangan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang, dan menjamin perlindungan hak-hak siswa sesuai undang-undang.

1. Penyelidikan Polisi & Pemeriksaan Saksi, Kepolisian Polres Lebak telah menerima laporan dan akan memanggil saksi-saksi termasuk siswa, guru, dan kepala sekolah untuk mendapatkan keterangan yang memberi keseimbangan fakta.

2. Pemeriksaan Medis / Visum
Untuk memastikan apakah terjadi luka fisik atau kekerasan, diperlukan pemeriksaan visum sebagai bukti objektif terhadap dugaan pemukulan. FSGI menekankan hal ini wajib dilakukan dalam kasus kekerasan terhadap anak.

3. Evaluasi Internal Sekolah dan Disdik
Dinas Pendidikan dan pihak sekolah harus melakukan evaluasi atas tata kelola disiplin, kebijakan penegakan aturan di sekolah, dan memberikan bimbingan agar tindakan kekerasan tidak dijadikan metode edukasi.

4. Keputusan Gubernur / Penonaktifan Sementara, jika bukti kuat menunjukkan pelanggaran, Gubernur dapat menonaktifkan kepala sekolah guna memfasilitasi proses hukum tanpa gangguan jabatan.

5. Pemulihan Kepercayaan dan Rekonsiliasi, Sekolah perlu membuka ruang diskusi dengan siswa, orang tua, guru dan pemangku kepentingan lain agar komunikasi terbuka. Jika terbukti salah, permintaan maaf dan langkah pemulihan harus dilakukan.

6. Pencegahan Ke Depan
Menyusun SOP penegakan disiplin yang sesuai dengan prinsip hak anak, pelatihan guru untuk menangani pelanggaran perilaku tanpa kekerasan, serta penyusunan mekanisme monitoring eksternal. (ahm/abd).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *