Berita Ekonomi

Dari Ladang Bunga ke Camilan Kuaci: Potret Petani Bunga Matahari yang Bangkitkan Ekonomi Lokal

101
×

Dari Ladang Bunga ke Camilan Kuaci: Potret Petani Bunga Matahari yang Bangkitkan Ekonomi Lokal

Sebarkan artikel ini

Lampung, SniperNew.id – Tidak banyak yang tahu bahwa camilan gurih yang sering kita nikmati saat menonton televisi, bersantai, atau mengisi waktu luang, yaitu kuaci, ternyata memiliki perjalanan panjang sebelum sampai ke tangan konsumen, Selasa (07/10).

Video yang diunggah oleh akun media sosial Threads @andianggana menyoroti proses panen biji bunga matahari secara langsung di lapangan, menampilkan potret kerja keras para petani yang menjadi ujung tombak produksi camilan populer tersebut.

Unggahan itu dibuka dengan narasi edukatif yang berbunyi. “Tahukah kamu kalau kuaci yang sering kita nikmati itu berasal dari biji bunga matahari? 🌻
Nah, video ini memperlihatkan proses panen biji bunga matahari secara langsung, langkah awal sebelum biji-biji itu dikeringkan, dipanggang, dan jadi camilan gurih kesukaan banyak orang. Dari ladang penuh bunga hingga jadi kuaci di tanganmu, semuanya dimulai dari momen panen seperti ini!”

Unggahan yang disertai dengan video berdurasi singkat tersebut memperlihatkan seorang petani tengah memanen bunga matahari di ladang luas, dengan tumpukan kepala bunga matahari kering di sekelilingnya. Di latar belakang terlihat hamparan kebun bunga matahari yang siap panen. Akun tersebut juga menambahkan beberapa tanda pagar (#hashtag) seperti #kuaci #bungamatahari #hamtaro #kuacirebo #milenial untuk memperkuat pesan bahwa produk tradisional seperti kuaci kini mulai kembali populer di kalangan generasi muda.

Video yang diunggah di Threads ini memperlihatkan proses nyata bagaimana biji bunga matahari yang dikenal juga sebagai bahan baku kuaci dipanen langsung dari ladangnya. Petani dalam video tampak mengumpulkan kepala bunga matahari yang telah mengering, memisahkan biji-biji dari bagian tengah bunga, dan menyiapkannya untuk proses pengeringan selanjutnya.

Proses ini menjadi langkah awal dalam rantai produksi kuaci yang panjang: setelah dipanen, biji bunga matahari akan dijemur atau dikeringkan secara alami di bawah sinar matahari, kemudian disortir, dipanggang, dan dibumbui sebelum dijual di pasaran.

Unggahan edukatif seperti ini menjadi menarik karena mengangkat sisi lain dari makanan ringan yang akrab di masyarakat, namun jarang diketahui asal-usulnya.

Tokoh utama dalam unggahan ini adalah petani bunga matahari lokal yang menjadi pelaku utama dalam proses produksi biji bunga matahari. Walau identitas petani tidak disebutkan secara spesifik dalam video, wajah dan aktivitasnya menjadi representasi ribuan petani kecil di Indonesia yang menggantungkan hidup dari hasil bumi seperti bunga matahari.

Sementara itu, akun @andianggana bertindak sebagai pengunggah konten edukatif yang berfungsi memperkenalkan sisi ekonomi dan sosial di balik camilan populer. Dengan gaya penyampaian ringan dan informatif, unggahan tersebut berhasil menarik perhatian ribuan pengguna Threads, dengan jumlah tayangan mencapai lebih dari 42.000 kali dalam waktu 13 jam.

Unggahan itu sekaligus menjadi bentuk dukungan terhadap petani lokal dan sektor pertanian non-pangan yang selama ini kurang terekspos.

Lokasi pasti video tidak disebutkan dalam unggahan, namun berdasarkan latar visual, besar kemungkinan proses panen berlangsung di lahan pertanian wilayah Jawa Tengah atau Jawa Timur, dua daerah yang dikenal sebagai sentra produksi biji bunga matahari di Indonesia.

Daerah-daerah ini memiliki iklim panas dan tanah yang cocok untuk pertumbuhan bunga matahari. Biasanya, satu hektare ladang bunga matahari bisa menghasilkan hingga 1,5 ton biji kering, tergantung kondisi cuaca dan teknik perawatan tanaman.

Selain di Jawa, beberapa petani di wilayah Lampung, NTB, dan Sulawesi Selatan juga mulai menanam bunga matahari sebagai alternatif komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi.

Video diunggah sekitar 13 jam yang lalu oleh akun @andianggana di platform Threads dan kini tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet.

Musim panen bunga matahari di Indonesia umumnya terjadi dua kali setahun, yakni pada musim kemarau (Juli–Oktober) dan musim awal penghujan (Desember–Februari).

Dengan waktu unggahan di bulan Oktober, besar kemungkinan video ini memperlihatkan hasil panen bunga matahari pada musim kemarau tahun ini, ketika kondisi cuaca kering sangat ideal untuk pengeringan alami biji bunga.

Unggahan ini bukan sekadar konten edukatif biasa. Ia menyentuh aspek penting dalam ekonomi pedesaan dan ketahanan pangan nasional.

Produksi biji bunga matahari selama ini masih dianggap sektor kecil di Indonesia. Padahal, permintaan pasar terhadap kuaci baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor terus meningkat. Sebagian besar biji bunga matahari di pasaran bahkan masih diimpor dari Cina dan Ukraina, dua negara penghasil utama dunia.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap potensi lokal, peluang petani Indonesia untuk masuk ke industri ini semakin terbuka.

Konten seperti yang diunggah oleh @andianggana membantu menumbuhkan apresiasi terhadap rantai produksi pertanian, menyoroti pentingnya memberdayakan petani lokal dan mengoptimalkan hasil bumi sendiri agar Indonesia tidak terus bergantung pada impor.

Selain itu, bunga matahari juga memiliki manfaat ekologis: membantu menjaga kesuburan tanah, menjadi sumber pakan lebah, serta mempercantik lanskap pertanian desa.

Dalam video tersebut, terlihat bahwa proses panen biji bunga matahari dilakukan secara manual. Petani memotong kepala bunga yang telah mengering, kemudian mengelupas bijinya menggunakan alat sederhana.

Setelah itu, biji bunga matahari dikumpulkan, dijemur, dan disortir berdasarkan ukuran dan kualitas. Biji berkualitas baik akan dipanggang dan diberi bumbu garam, vanila, atau rempah lainnya untuk menjadi kuaci siap konsumsi.

Proses tradisional ini tidak hanya mempertahankan cita rasa alami, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal dan ketekunan petani. Banyak petani di daerah pedesaan masih menggunakan metode sederhana seperti ini karena keterbatasan alat dan biaya.

Namun, di sisi lain, cara tradisional ini justru memberi nilai tambah karena menghasilkan rasa kuaci yang lebih gurih dan alami dibandingkan hasil industri besar.

Industri kuaci mungkin terlihat kecil, namun memiliki dampak ekonomi signifikan di tingkat lokal. Dengan harga jual biji bunga matahari kering berkisar antara Rp15.000 hingga Rp25.000 per kilogram, satu hektare ladang dapat menghasilkan pendapatan bersih jutaan rupiah per musim.

Selain untuk konsumsi, biji bunga matahari juga dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak nabati, pakan burung, hingga kosmetik alami.

Beberapa daerah bahkan mulai mengembangkan wisata edukasi bunga matahari, di mana pengunjung dapat menikmati hamparan bunga sekaligus belajar tentang proses panen dan pengolahan bijinya.

Dengan promosi yang tepat, potensi ekonomi ini dapat dikembangkan lebih luas, terutama di kalangan generasi muda yang kini semakin tertarik pada konsep agripreneurship—wirausaha berbasis pertanian.

Tren edukasi melalui media sosial, seperti yang dilakukan akun Threads @andianggana, menjadi bentuk nyata kontribusi digital terhadap ekonomi kerakyatan.

Di era serba digital, promosi hasil pertanian tidak lagi terbatas pada pasar tradisional. Dengan visual menarik dan narasi ringan, konten seperti ini mampu menjembatani dunia pertanian dan dunia kreatif.

Generasi muda kini mulai melihat pertanian bukan sekadar pekerjaan konvensional, melainkan peluang bisnis yang menjanjikan. Bunga matahari, yang dulu hanya dianggap tanaman hias, kini menjadi simbol kreativitas dan keberlanjutan ekonomi desa.

Melalui unggahan sederhana di Threads, publik kembali diingatkan akan pentingnya mengenal asal-usul makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

Dengan semakin banyaknya konten edukatif seperti ini, diharapkan masyarakat akan lebih menghargai jerih payah petani, dan pemerintah daerah bisa memberikan dukungan berupa pelatihan, akses modal, serta sarana pengolahan pascapanen.

Bila potensi bunga matahari dikelola dengan serius, Indonesia berpeluang menjadi salah satu produsen biji bunga matahari terbesar di Asia Tenggara.

Unggahan akun @andianggana di Threads tidak hanya menjadi tontonan menarik, tetapi juga membuka mata publik terhadap proses panjang di balik sebutir kuaci. Dari ladang yang penuh bunga hingga menjadi camilan renyah di tangan konsumen, semuanya adalah hasil kerja keras petani lokal dan semangat untuk membangkitkan ekonomi desa.

Melalui jendela kecil media sosial, video ini membuktikan bahwa kekuatan ekonomi nasional bisa tumbuh dari hal-hal sederhana bahkan dari sebutir biji bunga matahari. (abd/ahm).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *