Jakarta, SniperNew.id – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kembali menegaskan pentingnya reformasi pendidikan di kawasan Asia Tenggara. Dalam acara ASEAN for the Peoples Conference 2025, Anies hadir sebagai pembicara pada sesi bertajuk “Ideas to Upgrade and Reform Our Education Ecosystem” yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Selasa (07/10).
Kehadiran Anies di forum bergengsi ini menjadi sorotan publik, terutama karena ia membahas isu fundamental yang masih dihadapi banyak negara di kawasan ASEAN: ketimpangan pendidikan. Melalui gagasannya, Anies menekankan bahwa reformasi pendidikan bukan sekadar urusan menutup kesenjangan keterampilan (skills gap), tetapi juga kesenjangan impian (dreams gap) antar generasi muda.
“Reformasi pendidikan bukan hanya soal menutup skills gap, tapi juga dreams gap. Anak-anak di desa maupun di kota harus punya kesempatan yang sama untuk bermimpi besar dan mewujudkannya,” ujar Anies dalam pidatonya di hadapan peserta konferensi.
Acara ASEAN for the Peoples Conference 2025 merupakan forum tahunan yang mempertemukan tokoh-tokoh pemimpin, akademisi, dan praktisi kebijakan publik dari berbagai negara Asia Tenggara. Tujuannya adalah untuk membahas solusi konkret bagi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat ASEAN, termasuk isu pendidikan, ekonomi, dan kesetaraan sosial.
Tahun ini, konferensi tersebut mengangkat tema besar “Ideas to Upgrade and Reform Our Education Ecosystem”, yang secara khusus menyoroti tantangan dalam sistem pendidikan di kawasan ini. Anies Baswedan diundang sebagai salah satu narasumber utama karena rekam jejaknya dalam mengembangkan kebijakan pendidikan di Indonesia, baik saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maupun sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dalam paparannya, Anies menyoroti realitas ketimpangan pendidikan yang masih nyata di Asia Tenggara. Ia menegaskan bahwa masih banyak anak-anak di daerah terpencil yang belum mendapatkan akses pendidikan berkualitas setara dengan anak-anak di perkotaan.
Menurutnya, persoalan ini bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga soal ekosistem pendidikan yang belum inklusif. “Ngobrol soal ketimpangan pendidikan yang masih nyata di kawasan ini,” tulis Anies dalam unggahan di akun media sosialnya di platform Threads.
Anies menjelaskan bahwa reformasi pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai elemen — mulai dari kurikulum, tenaga pengajar, akses teknologi, hingga kebijakan yang berpihak pada pemerataan kesempatan.
Lebih dari itu, ia memperkenalkan istilah “dreams gap” sebuah konsep yang menekankan bahwa kesenjangan dalam kemampuan bermimpi dan beraspirasi juga menjadi masalah besar yang sering diabaikan. Menurutnya, banyak anak-anak di daerah yang bahkan tidak berani bermimpi besar karena merasa tidak memiliki kesempatan atau dukungan yang sama.
“Anak-anak di desa maupun di kota harus punya kesempatan yang sama untuk bermimpi besar dan mewujudkannya,” tegas Anies.
Gagasan Anies muncul di tengah tantangan pendidikan yang dihadapi negara-negara ASEAN pascapandemi COVID-19. Banyak laporan menunjukkan bahwa pandemi memperlebar jurang ketimpangan pendidikan. Anak-anak dari keluarga kurang mampu mengalami penurunan kemampuan belajar yang lebih tajam akibat keterbatasan akses internet dan perangkat belajar.
Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa sistem pendidikan di berbagai negara masih terlalu fokus pada hasil akademis dan belum cukup mendukung pengembangan karakter, kreativitas, serta kemampuan berpikir kritis.
Anies menilai, untuk menciptakan sistem pendidikan yang relevan dengan tantangan masa depan, perlu ada reformasi besar yang bukan hanya berorientasi pada output teknis, tetapi juga membangun budaya belajar yang mendorong generasi muda untuk berani bermimpi dan berinovasi.
Dalam forum tersebut, Anies juga menyoroti pentingnya kesetaraan kesempatan bagi seluruh anak bangsa. Ia menegaskan bahwa pendidikan harus menjadi alat pemberdayaan, bukan alat pembeda sosial.
“Kita harus memastikan bahwa anak-anak dari berbagai latar belakang — baik di desa maupun kota — memiliki peluang yang sama untuk sukses. Bukan hanya karena mereka punya kemampuan, tetapi karena sistemnya memungkinkan,” ungkapnya.
Anies mengajak para pemangku kebijakan di negara-negara ASEAN untuk memperlakukan pendidikan sebagai investasi jangka panjang, bukan beban anggaran. Ia juga menegaskan bahwa reformasi pendidikan yang sejati harus dimulai dari kesadaran bahwa setiap anak berhak atas mimpi besar, dan tugas negara adalah menciptakan ruang agar mimpi itu dapat tumbuh.
Unggahan Anies di media sosial mendapatkan berbagai tanggapan positif dari warganet. Banyak yang menilai gagasannya menyentuh aspek mendasar dari sistem pendidikan yang selama ini jarang dibahas: kesenjangan impian.
Beberapa pengamat pendidikan juga menilai istilah dreams gap yang diperkenalkan Anies sebagai pendekatan yang segar. Menurut mereka, gagasan tersebut membuka perspektif baru bahwa pendidikan bukan sekadar mencetak tenaga kerja terampil, melainkan membangun manusia yang berani bermimpi dan berdaya cipta.
Sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies dikenal memiliki perhatian besar terhadap pemerataan akses pendidikan dan peningkatan kualitas guru. Ia pernah menggagas program Indonesia Mengajar, yang mengirimkan sarjana muda ke daerah-daerah terpencil untuk menjadi pengajar selama satu tahun.
Program tersebut dianggap berhasil menumbuhkan semangat pengabdian dan memperkenalkan pendekatan pendidikan yang humanis. Dalam konteks konferensi ASEAN kali ini, rekam jejak tersebut menjadi latar kuat mengapa Anies dipercaya untuk berbicara mengenai reformasi ekosistem pendidikan.
Melalui forum ASEAN for the Peoples Conference 2025, Anies mengajak negara-negara anggota untuk bekerja sama membangun sistem pendidikan yang adaptif, inklusif, dan berkeadilan.
Ia menyebut bahwa di era globalisasi dan digitalisasi, kolaborasi lintas negara menjadi kunci untuk memastikan bahwa tidak ada generasi muda yang tertinggal karena faktor sosial, ekonomi, atau geografis.
“Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Kita tidak bisa membiarkan adanya jurang mimpi antara satu anak dengan anak lainnya. Tugas kita adalah memastikan bahwa setiap anak punya ruang untuk bermimpi dan dukungan untuk mewujudkannya,” pungkas Anies.
Kehadiran Anies Baswedan di ASEAN for the Peoples Conference 2025 menjadi momentum penting dalam membangun wacana baru tentang pendidikan di kawasan Asia Tenggara.
Pesannya sederhana namun kuat: reformasi pendidikan tidak boleh berhenti pada penguasaan keterampilan, tetapi harus membuka jalan bagi setiap anak untuk bermimpi besar. Karena pada akhirnya, kemajuan sebuah bangsa tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak tenaga kerja terampil yang dimilikinya, tetapi juga oleh seberapa luas ruang bagi generasi mudanya untuk bermimpi dan menciptakan perubahan.
(Penulis: Redaksi SniperNew.id | Editor: Tim Berita ASEAN 2025)