Berita Daerah

Veteran Tua yang Terlupakan di Tengah Riuh Peringatan HUT RI ke-80 di Barito Utara

591
×

Veteran Tua yang Terlupakan di Tengah Riuh Peringatan HUT RI ke-80 di Barito Utara

Sebarkan artikel ini

Barito Utara, SniperNew.id –  Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di Kabupaten Barito Utara berlangsung meriah. Ribuan warga memadati Gedung Arena Terbuka Tiara Batara. Suara marching band, bendera merah putih yang berkibar gagah, hingga dentuman semangat orasi pejabat daerah, semua berpadu dalam gegap gempita suasana kemerdekaan, Senin (18/08/2025).

Namun, di balik kemeriahan itu, terselip sebuah kisah yang menyentuh hati. Seorang veteran tua, dengan seragam lusuh dan topi khas pejuang perang, tampak berjalan pelan di tengah keramaian. Undangan resmi yang ia terima seolah menjadi janji penghormatan, tetapi kenyataan di lapangan berkata lain: tidak ada satu pun yang menyambutnya, tak ada kursi yang disediakan, bahkan sapaan hangat pun tak ia terima.

Langkah sang veteran tampak gontai, namun penuh wibawa. Meski rambutnya telah memutih dan tubuhnya renta, sorot matanya masih menyimpan kisah panjang perjuangan melawan penjajah. Ia berjalan sendirian, menembus hiruk-pikuk perayaan yang semestinya juga untuk dirinya.

Sementara di atas panggung, deretan pejabat bergantian menyampaikan pidato lantang tentang nasionalisme, persatuan, dan pengorbanan para pahlawan. Kamera berderet merekam momen itu, sorak tepuk tangan mengiringi. Ironisnya, tidak ada satu pun lensa kamera yang menoleh pada sosok nyata dari sejarah perjuangan bangsa itu.

Momen tersebut menjadi potret yang pahit: seorang saksi hidup kemerdekaan justru terabaikan di negeri yang katanya merdeka.

Bukan harta atau penghargaan materi yang ia harapkan. Seorang veteran tua tidak lagi meminta jabatan atau kemewahan. Yang ia butuhkan hanya secuil penghormatan, sebuah sapaan tulus, pengakuan bahwa dirinya pernah berjuang, pernah mempertaruhkan nyawa demi merah putih.

Namun yang ia dapatkan hanyalah rasa sepi di tengah ribuan orang. Langkahnya yang terseok-seok seolah tak terlihat, padahal tanpa darah, keringat, dan air mata orang-orang sepertinya, perayaan kemerdekaan tidak akan pernah ada.

“Yang beliau harapkan hanya dihargai, diingat, bukan dilupakan,” ucap salah seorang warga yang melihat langsung kejadian itu, dengan nada kecewa.

Perayaan HUT RI semestinya menjadi momentum persatuan sekaligus penghormatan kepada para pejuang. Tetapi hari itu justru menjadi catatan kelam di Barito Utara. Di tengah hingar-bingar dekorasi, baliho, dan pidato megah, seorang pahlawan tua berjalan sendirian, seolah tak dianggap ada.

Ironi ini semakin terasa ketika pejabat sibuk berfoto bersama di panggung, membicarakan semangat nasionalisme, sementara sang veteran hanya menjadi “penonton” yang tak dihiraukan. Sebuah tamparan keras bagi bangsa yang sering kali lebih sibuk dengan seremonial ketimbang esensi.

Kisah ini menyisakan pertanyaan besar: apakah bangsa ini benar-benar menghargai para pejuangnya, atau hanya menjadikan mereka simbol belaka setiap kali perayaan datang?

Sejarah tidak akan pernah bohong. Kemerdekaan bangsa Indonesia ditebus dengan pengorbanan jiwa dan raga. Para veteran adalah saksi hidup dari perjalanan panjang itu. Mengabaikan mereka sama saja dengan mengkhianati nilai perjuangan yang selama ini diagungkan.

“Jangan sampai kita hanya sibuk dengan bendera dan panggung megah, sementara jiwa-jiwa yang dahulu mempertaruhkan nyawa demi merah putih terlupakan begitu saja,” tutur seorang tokoh masyarakat yang ikut menyaksikan kejadian tersebut.

Meski hari itu pahit, sang veteran tetap berjalan tegak. Mungkin langkahnya lambat, tapi tekad dan cintanya pada negeri ini tak pernah padam. Ia adalah simbol kesetiaan, meski sering kali dibalas dengan ketidakpedulian.

Di tengah sorotan kamera yang hanya tertuju pada panggung, keberadaan veteran tua ini justru menjadi berita paling berharga. Sebuah pengingat keras bagi semua pihak, bahwa merdeka tidak hanya berarti bebas dari penjajah, tetapi juga bagaimana bangsa ini memperlakukan orang-orang yang telah berjuang untuknya.

Peristiwa ini harus menjadi cermin bagi pemerintah daerah maupun masyarakat. Menghargai pejuang bukan hanya dengan memberi undangan, melainkan memastikan mereka diberi tempat terhormat. Sebab, sekecil apa pun penghormatan, jauh lebih berarti daripada pidato panjang lebar yang kosong.

Ketika seorang veteran harus berjalan sendirian tanpa arah di tengah pesta kemerdekaan, maka ada yang salah dalam cara kita merayakan kemerdekaan itu sendiri.

HUT ke-80 Republik Indonesia di Barito Utara memang meriah. Namun, di balik gemerlap itu, tersimpan luka dan kepahitan. Seorang veteran tua, pahlawan yang seharusnya duduk di kursi kehormatan, justru diabaikan begitu saja.

Kisah ini menjadi alarm keras bagi bangsa Indonesia: jangan sampai kita sibuk memuja simbol, tapi melupakan sosok nyata. Sebab tanpa jasa mereka, tidak akan pernah ada merah putih yang berkibar gagah hingga hari ini.

Penulis: (Henryanus)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *