Jakarta, SniperNew.id – Dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, sering kali kita dihadapkan pada situasi yang membuat hati terasa muak, marah, bahkan jijik. Apalagi ketika kondisi sosial, politik, maupun moral di sekitar kita tampak jauh dari harapan, Minggu (31/08).
Ungkapan kekecewaan ini wajar, karena manusia memang memiliki naluri untuk bereaksi terhadap ketidakadilan dan kebobrokan. Namun, bagaimana cara kita mengelola emosi agar tidak terjerumus dalam tindakan merugikan?
Belakangan, sebuah unggahan di media sosial Threads dari akun dokter sekaligus figur publik, (dr.Indra Tarigan), ramai diperbincangkan. Dalam postingan tersebut, ia menuliskan pesan sederhana namun sarat makna. Pesan itu bukan sekadar peringatan, melainkan refleksi mendalam tentang bagaimana seharusnya kita sebagai masyarakat menyikapi kondisi bangsa.
Berikut kutipan lengkap unggahan tersebut. “Untuk kalian yang muak, marah dan jijik dengan situasi sekarang ini.. ingat ingat ini ya:
1. Semarah apapun, tolong jangan anarkis, menjarah, apalagi memperkosa orang-orang yang tidak bersalah. Karena itu akan lebih merugikan kita semua.
2. Mereka-mereka yang menjijikan itu adalah gambaran kita sebagai pemilihnya. Jadi ada andil dari kita semua kenapa negara kita seperti ini.
@semua orang. Video dibuat dan diunggah dengan persetujuan tertulis pasien dan keluarga.”
Unggahan ini tampak sederhana, namun memiliki bobot moral yang kuat. Ada dua poin penting yang disampaikan oleh dr. Indra Tarigan. Pertama, peringatan agar masyarakat tidak melampiaskan kemarahan dengan tindakan destruktif. Kedua, ajakan untuk bercermin bahwa kondisi bangsa merupakan hasil pilihan bersama.
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang tentu pernah merasa dikhianati, dikecewakan, atau diperlakukan tidak adil. Emosi yang muncul bisa sangat intens, bahkan mendorong seseorang melakukan hal-hal di luar kendali. Dalam konteks sosial, ketika ketidakpuasan menumpuk, masyarakat kerap mengekspresikan kemarahan secara massal.
Namun, dr. Indra Tarigan menekankan bahwa amarah tidak boleh menjadi alasan untuk berbuat anarkis. Menjarah, merusak fasilitas umum, apalagi melakukan kekerasan seksual, jelas bukan solusi. Tindakan destruktif hanya menambah luka dan merugikan lebih banyak orang.
Pesan ini sejalan dengan nilai universal bahwa mengelola emosi adalah bentuk kecerdasan hidup. Marah boleh, kecewa pun manusiawi, tapi bagaimana cara menyalurkannya akan menentukan apakah kita semakin tenggelam dalam masalah atau justru menemukan jalan keluar.
Poin kedua dari unggahan tersebut bahkan lebih menohok: mereka yang dianggap menjijikkan adalah gambaran dari kita sebagai pemilih. Pernyataan ini mengajak kita merenung, bahwa kondisi bangsa tidak lahir dari ruang kosong.
Dalam sistem demokrasi, suara rakyat adalah penentu arah kepemimpinan. Artinya, siapapun yang berkuasa hari ini, adalah hasil pilihan bersama, entah secara sadar atau karena abai dalam memilih. Maka, ketika kita mengeluh tentang kebobrokan moral atau krisis kepercayaan, penting diingat bahwa ada kontribusi dari keputusan kolektif kita sebelumnya.
Refleksi ini bukan untuk menyalahkan semata, melainkan untuk menumbuhkan kesadaran. Bahwa setiap kali kita memilih, baik di bilik suara maupun dalam kehidupan sehari-hari, ada konsekuensi yang mengikuti.
Pesan bijak dari dr. Indra Tarigan bukan hanya relevan untuk dunia politik, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan personal. Dalam dunia lifestyle modern, mengelola emosi sudah menjadi bagian penting dari tren wellness dan kesehatan mental.
Beberapa cara yang bisa dipetik dari pesan tersebut antara lain: Belajar Menyalurkan Amarah Secara Sehat
Olahraga, menulis, atau berkarya bisa menjadi cara meluapkan energi negatif tanpa merugikan orang lain.
Banyak praktisi mindfulness mengajarkan teknik pernapasan untuk meredakan emosi yang memuncak.
Alih-alih selalu menyalahkan pihak luar, cobalah evaluasi diri. Apakah kita sudah berperan baik dalam lingkungan, pekerjaan, dan keluarga?
Hidup lebih berkualitas jika kita fokus memperbaiki hal-hal yang berada dalam kendali kita.
Bukan hanya dalam konteks politik, tetapi juga dalam gaya hidup: memilih makanan sehat, teman yang positif, bahkan memilih informasi yang kita konsumsi setiap hari.
Hidup adalah akumulasi dari pilihan-pilihan kecil yang konsisten.
Pesan “jangan sakiti orang yang tidak bersalah” sangat relevan dengan gaya hidup penuh empati.
Dalam relasi sosial, empati adalah modal utama untuk menciptakan lingkungan yang harmonis.
Unggahan di Threads ini menjadi viral bukan tanpa alasan. Netizen merasa tersentuh karena apa yang ditulis seakan mewakili suara hati banyak orang. Sering kali, warganet hanya meluapkan kekesalan dengan komentar pedas, namun jarang ada figur yang mengingatkan dengan cara bijak dan menenangkan.
Apalagi, pesan tersebut ditulis oleh seorang dokter. Profesi yang identik dengan dedikasi kemanusiaan, tentu memberi bobot moral lebih. Bahwa ucapan tersebut lahir bukan dari sekadar kritik kosong, melainkan dari kepedulian terhadap masyarakat agar tidak semakin terjerumus dalam lingkaran kekerasan.
Dalam dunia lifestyle modern, tokoh inspiratif sering menjadi role model yang membantu masyarakat menentukan arah hidup. Apa yang ditulis oleh dr. Indra Tarigan bisa dijadikan prinsip sederhana untuk gaya hidup lebih positif:
Tetap waras di tengah kekacauan. Dunia luar mungkin gaduh, tapi kita punya kendali atas diri sendiri.
Bertanggung jawab pada pilihan. Apapun yang kita pilih hari ini akan membentuk masa depan kita esok.
Mengutamakan kemanusiaan. Jangan pernah mengorbankan orang lain demi pelampiasan sesaat.
Hidup di tengah situasi yang penuh kekecewaan memang tidak mudah. Tetapi justru di saat seperti inilah, kita diuji untuk tetap berpegang pada nilai kemanusiaan. Ungkapan dr. Indra Tarigan mengingatkan kita bahwa marah boleh, muak pun manusiawi, namun jalan bijak lebih memberi harapan daripada jalan anarkis.
Lifestyle modern bukan hanya tentang tren fesyen, kuliner, atau traveling. Lebih dalam dari itu, lifestyle adalah tentang bagaimana kita memilih cara hidup. Apakah kita memilih untuk mengutamakan amarah yang destruktif, atau kesadaran yang konstruktif?
Akhirnya, setiap individu punya andil. Kita bisa menjadi bagian dari masalah, atau memilih menjadi bagian dari solusi. Seperti kata bijak, “Jika ingin melihat perubahan di dunia, mulailah dari dirimu sendiri.”
Pesan ini sederhana, namun jika benar-benar dihayati, bisa menjadi gerakan perubahan gaya hidup yang sehat baik bagi diri, lingkungan, maupun bangsa. (Ahmad)