Berita Daerah

Kasus Stunting di Pesawaran: JWI Lampung Desak Pemerintah Hadir untuk Muhammad Aepudin

63
×

Kasus Stunting di Pesawaran: JWI Lampung Desak Pemerintah Hadir untuk Muhammad Aepudin

Sebarkan artikel ini

Pesawaran, SniperNew.id –  Kasus stunting kembali menjadi sorotan publik di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Seorang balita bernama Muhammad Aepudin bin Sukriyah (usia 2,6 tahun), warga Dusun Congkanan, Desa Bayas Jaya, Kecamatan Way Khilau, harus menjalani perawatan intensif di RS Abdul Moeloek, Bandar Lampung, setelah didiagnosis mengalami kurang gizi. Kasus ini mencuat pada Minggu, 14 September 2025, dan memantik perhatian berbagai pihak, termasuk organisasi pers Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) DPW Lampung.

Peristiwa ini menjadi peringatan bahwa masalah gizi buruk dan stunting masih menjadi ancaman serius, meski berbagai program penanganan telah digulirkan pemerintah dari tingkat desa hingga pusat.

Menurut informasi yang dihimpun, Muhammad Aepudin adalah anak kedua dari pasangan Sukriyah dan istrinya yang tinggal di Dusun Congkanan, Desa Bayas Jaya. Sejak beberapa bulan terakhir, kondisi fisiknya mengalami penurunan. Berat badannya tidak sesuai dengan usianya, dan pertumbuhan tubuhnya terlihat tertinggal dibandingkan anak-anak seusianya.

Pihak keluarga membawa Aepudin ke fasilitas kesehatan desa, tetapi kondisinya memerlukan penanganan lebih serius. Akhirnya, pada awal pekan ini, balita tersebut dirujuk ke RS Abdul Moeloek, rumah sakit rujukan terbesar di Lampung. Di sana, tim medis memastikan bahwa Aepudin mengalami kekurangan gizi yang membutuhkan perawatan intensif, termasuk pemberian asupan nutrisi dan pemantauan ketat.

Keluarga Muhammad Aepudin memohon doa dari masyarakat agar anak mereka segera pulih. Mereka juga berharap agar Pemerintah Kabupaten Pesawaran memberi perhatian khusus terhadap kasus ini. Bagi keluarga Aepudin, biaya perawatan rumah sakit dan kebutuhan tambahan untuk pemulihan menjadi beban yang tidak ringan.

“Kami hanya berharap anak kami bisa sembuh dan kembali bermain seperti anak-anak lain. Kami memohon doa dari seluruh masyarakat dan berharap pemerintah turun tangan membantu,” ujar seorang anggota keluarga Aepudin saat dihubungi oleh awak media.

Keluarga menegaskan, mereka bukan ingin menyalahkan pihak manapun, tetapi berharap adanya tindakan nyata. Kasus yang menimpa Aepudin menjadi pengingat bahwa program pencegahan stunting tidak hanya berhenti pada kampanye dan laporan, melainkan harus diwujudkan dalam pendampingan nyata untuk keluarga-keluarga rentan.1

Ketua Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Lampung, Rudi Sapari, ikut angkat bicara terkait kasus ini. Dalam pernyataannya kepada media, Rudi menyoroti efektivitas program pencegahan stunting yang selama ini digencarkan pemerintah.

“Dengan kejadian ini, menjadi pertanyaan besar terkait pengawasan program stunting. Apakah hanya sekadar laporan tertulis dan seremonial rapat tahunan yang menghabiskan anggaran, sementara fakta di lapangan masih ditemukan keluarga dan anak yang mengalami kurang gizi?” ujarnya dengan nada prihatin.

Menurut Rudi, peristiwa ini seharusnya menjadi evaluasi serius bagi seluruh pihak terkait, mulai dari pemerintah desa, kecamatan, dinas kesehatan, hingga pemerintah kabupaten. Ia menekankan pentingnya transparansi penggunaan anggaran dan efektivitas program yang bertujuan menekan angka stunting.

Rudi juga menyampaikan pesan empati kepada keluarga Aepudin dan mengajak masyarakat untuk turut memberikan dukungan moral. “Kami meminta pemerintah benar-benar hadir memberikan suport dan perawatan agar ananda kembali sehat dan bisa pulang bersama keluarga,” pungkasnya.

Kabupaten Pesawaran, yang terletak di Provinsi Lampung, selama beberapa tahun terakhir tercatat sebagai salah satu wilayah dengan angka stunting cukup tinggi. Pemerintah daerah bersama pemerintah pusat telah meluncurkan berbagai program, seperti pemberian makanan tambahan (PMT), edukasi gizi, dan monitoring kesehatan anak balita. Namun, kasus Muhammad Aepudin membuktikan bahwa masih ada celah dalam pelaksanaan di lapangan.

Faktor penyebab stunting di wilayah ini beragam, mulai dari keterbatasan ekonomi keluarga, kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang, hingga keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan setempat. Selain itu, akses ke fasilitas kesehatan di daerah pedesaan seperti Way Khilau kerap menghadapi tantangan, baik dari sisi jarak maupun ketersediaan tenaga medis.

Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan angka stunting nasional hingga 14% pada tahun 2024. Di Lampung sendiri, berbagai program telah diluncurkan, termasuk penguatan posyandu, pelatihan kader kesehatan desa, dan bantuan langsung untuk keluarga pra-sejahtera. Namun, kasus di Desa Bayas Jaya menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum sepenuhnya menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Para pengamat kesehatan masyarakat menilai bahwa pendekatan preventif harus dibarengi dengan intervensi cepat ketika ditemukan kasus kekurangan gizi. Edukasi gizi kepada keluarga, pemantauan rutin oleh posyandu, serta dukungan anggaran yang tepat sasaran menjadi kunci penting.

Rudi Sapari menegaskan bahwa organisasi pers seperti JWI siap mengawasi dan memberitakan setiap perkembangan terkait kebijakan publik, termasuk isu stunting. “Media memiliki tanggung jawab sosial untuk memastikan suara masyarakat terdengar dan kebijakan pemerintah dievaluasi. Kami tidak ingin kasus seperti Aepudin berlalu begitu saja tanpa ada perubahan,” tegasnya.

Kasus ini mengundang simpati luas dari warga Pesawaran dan Lampung pada umumnya. Beberapa kelompok masyarakat mulai menggalang doa dan donasi untuk membantu biaya pengobatan Muhammad Aepudin. Di media sosial, warganet juga ramai menyuarakan keprihatinan dan meminta pemerintah bertindak cepat.

Seorang warga Bayas Jaya yang enggan disebutkan namanya menyatakan, “Kami semua prihatin. Semoga pemerintah cepat turun tangan, dan Aepudin bisa segera pulang ke rumahnya dalam keadaan sehat.”

Perawatan Muhammad Aepudin di RS Abdul Moeloek diperkirakan akan berlangsung selama beberapa minggu hingga kondisinya stabil. Tim medis akan terus memantau berat badan, tinggi badan, dan asupan nutrisi Aepudin untuk memastikan pemulihannya optimal.

Ke depan, keluarga berharap pemerintah daerah juga memberikan pendampingan pascaperawatan agar kondisi Aepudin tidak kembali memburuk. Program pemberian makanan tambahan dan pengawasan tumbuh kembang diharapkan lebih intensif diterapkan.

Kasus stunting yang menimpa Muhammad Aepudin bin Sukriyah, balita 2,6 tahun dari Desa Bayas Jaya, Kecamatan Way Khilau, Kabupaten Pesawaran, menjadi pengingat keras bahwa persoalan gizi buruk masih menghantui masyarakat di daerah. Meski berbagai program telah digulirkan, efektivitas pelaksanaan dan pengawasan tetap menjadi pekerjaan rumah.

Seruan Ketua JWI Lampung, Rudi Sapari, untuk menghadirkan dukungan nyata dari pemerintah—mulai dari desa hingga kabupaten—bukan hanya kritik, tetapi juga ajakan untuk bersama-sama memperjuangkan hak kesehatan anak-anak Indonesia.

Keluarga Aepudin berharap doa, dukungan, dan bantuan semua pihak, sembari menantikan langkah konkret dari pemerintah setempat. Dengan kerja sama yang lebih baik, kasus serupa di masa depan diharapkan dapat dicegah, dan setiap anak di Pesawaran maupun Lampung dapat tumbuh sehat sesuai potensi mereka.

Kasus ini tidak hanya menjadi berita harian, tetapi juga cerminan bahwa kerja kolektif semua pihak masih sangat dibutuhkan. Dengan perhatian serius dan tindakan nyata, anak-anak seperti Muhammad Aepudin memiliki harapan lebih besar untuk hidup sehat dan meraih masa depan cerah. (Sufiyawan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *