Berita Politik

MK Kukuhkan Shalahuddin-Felix, Gugatan Pasangan Jimmy-Inriaty di Pilkada Barito Utara Ditolak!

230
×

MK Kukuhkan Shalahuddin-Felix, Gugatan Pasangan Jimmy-Inriaty di Pilkada Barito Utara Ditolak!

Sebarkan artikel ini

Jakarta, SniperNew.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) ulang Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah 2025 yang diajukan pasangan calon (paslon) Nomor Urut 2, Jimmy Carter-Inriaty Karawaheni. Dengan putusan tersebut, pasangan Nomor Urut 1, Shalahuddin-Felix Sonaide Y Tingan, resmi menjadi pemenang Pilkada Barito Utara.

Putusan itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/9/2025). “Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” tegas Suhartoyo sembari mengetukkan palu pada akhir sidang perkara nomor 331/PHPU.BUP-XXIII/2025.

Sengketa Pilkada Barito Utara berawal dari keputusan MK sebelumnya yang mendiskualifikasi seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta Pilkada 2024. MK menemukan bukti bahwa seluruh Paslon terbukti melakukan praktik politik uang saat pemungutan suara ulang (PSU).

Putusan itu mengharuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Barito Utara menyelenggarakan kembali PSU dengan melibatkan pasangan calon baru yang diusung Partai Politik atau gabungan Partai Politik.

PSU tersebut ditetapkan harus berlangsung maksimal 90 hari sejak putusan dibacakan, dengan tetap menggunakan daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK) pada pemungutan suara 27 November 2024.

Dalam PSU itu, muncul dua pasangan calon baru:

– Nomor urut 1: Shalahuddin-Felix Sonaide Y Tingan.

– Nomor urut 2: Jimmy Carter-Inriaty Karawaheni.

Hasil penghitungan suara menunjukkan pasangan Shalahuddin-Felix unggul dengan perolehan 40.400 suara, sementara Jimmy-Inriaty memperoleh 36.989 suara. Total suara sah tercatat 77.389 suara.

Pasangan Jimmy-Inriaty kemudian mengajukan gugatan ke MK dengan tuduhan adanya kecurangan dalam pelaksanaan PSU. Mereka menilai terdapat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sehingga hasil pemungutan suara perlu dibatalkan.

Namun, selama proses persidangan, majelis hakim tidak menemukan bukti yang mendukung tuduhan tersebut. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjelaskan bahwa dalil pemohon tidak terbukti.

“Oleh karena itu, Mahkamah menilai, tidak terdapat alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Walikota,” ujar Daniel.

MK menekankan pentingnya syarat kedudukan hukum (legal standing) sesuai ketentuan Pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, pasangan calon hanya dapat mengajukan sengketa ke MK apabila selisih perolehan suara maksimal 2 persen dari total suara sah.

Dalam kasus ini, total suara sah berjumlah 77.389. Artinya, selisih suara yang dapat disengketakan maksimal 1.548 suara.

Faktanya, selisih suara antara Jimmy-Inriaty dan Shalahuddin-Felix mencapai 3.411 suara atau 4,42 persen. Selisih ini jauh melampaui ambang batas yang ditentukan undang-undang.

“Bahwa perolehan suara Pemohon adalah 36.989 suara, sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah 40.400 suara, sehingga selisih perolehan suara antara Pihak Terkait dan Pemohon adalah 3.411 suara atau 4,42 persen,” jelas Daniel.

Dengan perhitungan itu, MK menyatakan pasangan Jimmy-Inriaty tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa.

Berdasarkan argumentasi tersebut, MK mengabulkan eksepsi dari pihak termohon, yakni KPU Kabupaten Barito Utara, serta eksepsi pihak terkait, yakni pasangan calon nomor urut 1, Shalahuddin-Felix.

“Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon beralasan menurut hukum,” tegas Daniel.

Dengan begitu, gugatan Jimmy-Inriaty dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Putusan ini sekaligus mengakhiri sengketa hasil Pilkada Barito Utara 2025.

Putusan MK tersebut menegaskan kemenangan pasangan Shalahuddin-Felix. Dengan legitimasi dari MK, mereka dipastikan akan memimpin Kabupaten Barito Utara untuk periode 2025-2030.

Bagi masyarakat Barito Utara, keputusan MK ini diharapkan menjadi titik akhir dari rangkaian panjang proses Pilkada yang sempat diwarnai sengketa, diskualifikasi massal, hingga pemungutan suara ulang.

Sidang di Gedung MK pada Rabu (17/9/2025) tidak hanya membahas Pilkada Barito Utara. Ketua MK Suhartoyo juga membacakan putusan untuk beberapa daerah lain.

1. Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan. Permohonan sengketa PSU tidak dapat diterima.

2. Provinsi Papua. Permohonan sengketa hasil PSU dilanjutkan ke tahap pembuktian.

Dengan demikian, Barito Utara menjadi salah satu daerah yang sengketanya sudah diputus tuntas dengan hasil final dan mengikat.

Putusan MK dalam kasus ini menunjukkan konsistensi lembaga peradilan konstitusi dalam menegakkan aturan hukum, khususnya Pasal 158 UU 10/2016.

Aturan mengenai ambang batas selisih suara bukan hanya formalitas, melainkan instrumen untuk memastikan bahwa sengketa yang diajukan benar-benar substansial dan memiliki dasar kuat.

Selain itu, sikap MK yang tidak menemukan adanya pelanggaran TSM mempertegas bahwa proses penyelenggaraan PSU di Barito Utara berjalan sesuai prosedur.

Putusan MK ini disambut beragam reaksi. Pendukung pasangan Shalahuddin-Felix menyambut kemenangan tersebut sebagai legitimasi penuh dari rakyat sekaligus pengadilan tertinggi dalam sengketa pemilu.

Sementara itu, kubu Jimmy – Inriaty menyatakan kekecewaannya. Meski demikian, sesuai prinsip hukum, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak dapat diganggu gugat.

Tantangan terbesar bagi Shalahuddin -Felix setelah resmi menang adalah menjawab ekspektasi masyarakat. Setelah drama panjang Pilkada, publik menunggu kepemimpinan yang bersih, transparan, dan pro-rakyat.

Kasus Barito Utara menjadi cerminan bahwa demokrasi elektoral di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Praktik politik uang hingga diskualifikasi massal paslon menunjukkan lemahnya integritas sebagian aktor politik.

Namun, di sisi lain, mekanisme hukum yang dijalankan MK menunjukkan bahwa sistem demokrasi Indonesia memiliki perangkat koreksi yang kuat. PSU dan pengawasan ketat dapat menjadi pelajaran penting bagi daerah lain agar lebih berhati-hati dalam setiap tahapan pemilu.

Putusan MK yang menolak gugatan Jimmy-Inriaty sekaligus mengukuhkan kemenangan Shalahuddin-Felix menandai berakhirnya babak panjang sengketa Pilkada Barito Utara. Dengan selisih suara yang signifikan dan tanpa bukti pelanggaran TSM, pasangan nomor urut 1 resmi memimpin daerah tersebut.

Masyarakat kini menanti langkah nyata Shalahuddin – Felix dalam membawa perubahan bagi Barito Utara. Putusan MK bukan hanya soal kemenangan politik, melainkan juga momentum awal untuk membangun pemerintahan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada rakyat. (Hendy).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *