Sebuah video yang beredar di media sosial menampilkan seorang pria duduk bersandar pada pohon kelapa, diduga terlibat dalam aksi pembegalan di kawasan Jalan Bangau, Mencirim. Dalam video tersebut, narasi menyebutkan bahwa seorang sopir transportasi online menjadi korban perampasan dengan modus pelaku memesan layanan melalui aplikasi. Setelah tiba di lokasi tujuan, sopir tersebut diduga diserang oleh pelaku, Minggu (10/08/2025).
Berdasarkan keterangan yang beredar, insiden bermula saat sopir menerima pesanan dari akun pelanggan yang tidak dikenalnya. Ketika sampai di lokasi yang sepi, pelaku langsung memukul sopir, membuat korban kehilangan kendali dan membanting setir. Kejadian itu kemudian diketahui oleh warga sekitar yang langsung mendatangi lokasi. Disebutkan bahwa pelaku berjumlah dua orang, namun hanya satu yang berhasil diamankan warga, sementara satu lainnya melarikan diri.
Video tersebut tidak hanya memancing rasa penasaran publik, tetapi juga menyoroti fenomena yang kerap terjadi di masyarakat: main hakim sendiri.
Dalam rekaman, terlihat pelaku diamankan warga sebelum pihak kepolisian datang. Peristiwa seperti ini sering kali berujung pada kekerasan terhadap terduga pelaku, bahkan sebelum proses hukum dimulai.
Main hakim sendiri mungkin lahir dari rasa marah, takut, atau jengkel akibat aksi kriminal yang meresahkan. Namun, penting untuk diingat bahwa tindakan tersebut dapat menimbulkan masalah baru. Selain melanggar hukum, kekerasan massa juga berpotensi salah sasaran menyerang orang yang sebenarnya tidak bersalah karena terbawa emosi sesaat.
Undang-Undang di Indonesia menegaskan bahwa penegakan hukum merupakan tugas aparat yang berwenang, yakni kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan.
Masyarakat memang memiliki hak untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana (sesuai Pasal 111 KUHAP), tetapi kewajiban selanjutnya adalah menyerahkan pelaku kepada pihak kepolisian, bukan memberikan hukuman sendiri.
Kapolri, dalam berbagai kesempatan, selalu mengingatkan bahwa masyarakat diminta bekerja sama dengan aparat untuk menekan angka kejahatan. Salah satunya adalah dengan melaporkan peristiwa kriminal secepat mungkin dan menyerahkan barang bukti agar proses hukum berjalan secara profesional.
Tidak dapat dipungkiri bahwa korban kejahatan mengalami kerugian, trauma, bahkan luka fisik. Namun, pelaku kejahatan pun tetap manusia yang memiliki hak untuk diproses secara hukum. Prinsip ini menjadi dasar sistem peradilan modern yang mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Banyak kasus menunjukkan bahwa main hakim sendiri sering berujung pada penyesalan. Ada kejadian di mana orang yang diserang ternyata bukan pelaku sebenarnya. Kesalahan seperti ini bisa menghancurkan kehidupan seseorang secara permanen. Oleh karena itu, kesabaran dan penyerahan kasus kepada pihak berwenang adalah langkah bijak.
Peristiwa di Jalan Bangau, Mencirim, seharusnya menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Mencegah kejahatan memang penting, tetapi melindungi nilai kemanusiaan juga tidak kalah penting.
Beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah tindak kriminal sekaligus menghindari main hakim sendiri antara lain:
1. Segera Laporkan ke Aparat
Jika menemukan aksi kriminal, gunakan nomor darurat kepolisian 110 atau kontak Polsek terdekat. Semakin cepat laporan dibuat, semakin besar peluang pelaku ditangkap tanpa kekerasan.
2. Dokumentasikan dengan Aman
Gunakan kamera ponsel atau CCTV untuk merekam kejadian sebagai bukti, tetapi hindari provokasi yang bisa memicu massa melakukan kekerasan.
3. Lindungi Korban dan Saksi
Fokus utama setelah kejadian adalah memastikan korban selamat dan mendapatkan pertolongan medis. Saksi juga perlu dilindungi agar bisa memberikan keterangan yang jujur.
4. Ikut Serta dalam Program Keamanan Lingkungan, Bergabung dengan ronda malam, sistem keamanan lingkungan, atau forum komunikasi warga. Upaya preventif ini terbukti mengurangi angka kejahatan.
5. Ingat Asas Kemanusiaan
Seberat apa pun kesalahan seseorang, setiap individu berhak diproses melalui jalur hukum yang adil.
Kepolisian setempat mengimbau warga untuk tetap waspada terhadap modus-modus baru yang digunakan pelaku kejahatan, seperti berpura-pura memesan layanan transportasi online. Masyarakat juga diminta tidak terpancing emosi ketika berhasil menangkap terduga pelaku.
“Serahkan pelaku kepada kami, biar diproses sesuai hukum yang berlaku. Jangan main hakim sendiri karena itu juga melanggar hukum dan bisa berdampak pidana bagi yang melakukannya,” ujar seorang perwira kepolisian.
Kasus pembegalan di Jalan Bangau, Mencirim, menjadi pengingat bahwa kejahatan bisa terjadi kapan saja, bahkan di tengah aktivitas sehari-hari seperti mengemudi untuk mencari nafkah. Namun, cara kita merespons kejahatan menentukan apakah kita turut menjaga hukum atau justru melanggarnya.
Hukum diciptakan untuk melindungi semua pihak korban, saksi, bahkan pelaku agar keadilan benar-benar ditegakkan. Ketika masyarakat memilih untuk menyerahkan pelaku kepada aparat, itu bukan berarti kita membela pelaku, melainkan membela sistem yang menjamin keadilan.
Mari kita tanamkan dalam diri bahwa menghargai proses hukum bukan hanya soal mematuhi aturan, tetapi juga soal menjaga kemanusiaan. Karena pada akhirnya, manusia tetaplah manusia, meski telah berbuat salah.
Editor; (Tim Red)