Lampung, SniperNew.id – Sebuah unggahan di media sosial Threads menjadi perbincangan hangat setelah seorang pengguna bernama Poetoet Soedarjanto membagikan kisah inspiratif tentang seorang pedagang sederhana bernama Pakdhe Parjono, yang dikenal menjajakan jagung dan kedelai rebus di jalanan, Sabtu (11/10/2025).
Kisah ini bukan sekadar tentang seorang pedagang kecil, tetapi juga tentang kejujuran, prinsip, dan dedikasi dalam menjaga kualitas dagangan.
Dalam unggahan yang dibagikan di akun terverifikasi miliknya pada rubrik UMKM, Poetoet menulis bahwa ia kerap membeli dagangan Pakdhe Parjono setiap kali pulang kerja. Bahkan, istrinya pun turut menyukai cita rasa jagung dan kedelai rebus yang dijual sang pedagang.
Namun, yang membuat kisah ini menarik bukan semata soal rasa, melainkan sikap tegas Pakdhe Parjono dalam menjaga kualitas dagangan, meski itu berarti tidak berjualan sama sekali jika bahan yang ia dapatkan tidak sesuai standar.
Tokoh utama dalam kisah ini adalah Pakdhe Parjono, seorang pedagang jagung dan kedelai rebus yang dikenal oleh pelanggan tetapnya sebagai sosok yang jujur dan memiliki prinsip kuat.
Menurut Poetoet Soedarjanto, Pakdhe Parjono bukan sekadar penjual biasa. Ia adalah sosok yang mengutamakan kepuasan pembeli dengan memastikan setiap produk yang dijualnya memiliki kualitas terbaik. Ketika bahan baku yang diperoleh baik jagung maupun kedelai tidak sesuai dengan standar yang diinginkannya, ia memilih tidak berjualan sama sekali daripada harus mengecewakan pelanggan.
Sikap ini, bagi sebagian orang, mungkin dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Namun bagi Pakdhe Parjono, menjaga kepercayaan pelanggan jauh lebih penting dibandingkan sekadar mendapatkan keuntungan cepat.
Unggahan kisah inspiratif ini dibagikan oleh Poetoet Soedarjanto di akun Threads-nya sekitar 23 jam yang lalu, berdasarkan tangkapan layar yang beredar di media sosial pada 10 Oktober 2025. Dengan demikian, kisah ini mulai ramai diperbincangkan sekitar awal hingga pertengahan Oktober 2025.
Dalam waktu singkat, unggahan tersebut mendapat banyak perhatian dari pengguna media sosial lainnya. Banyak yang memberikan apresiasi terhadap integritas Pakdhe Parjono dan menyebutnya sebagai contoh nyata pelaku UMKM yang memegang teguh nilai kejujuran dan tanggung jawab.
Meski lokasi pasti tidak disebutkan secara eksplisit dalam unggahan, berdasarkan konteks dan gaya narasi yang digunakan oleh Poetoet Soedarjanto—yang dikenal aktif membagikan cerita-cerita seputar UMKM di daerah Jawa—dapat disimpulkan bahwa kisah ini terjadi di salah satu kota di Jawa.
Dalam foto yang diunggah, tampak Pakdhe Parjono berdiri di samping gerobaknya yang sederhana, lengkap dengan topi caping khas petani dan sebuah sepeda yang digunakannya untuk berjualan. Suasana latar menunjukkan lingkungan perkampungan atau area pinggiran kota, tempat di mana interaksi antara penjual dan pembeli masih terjalin hangat.
Alasan utama kisah ini mendapat banyak perhatian adalah karena pesan moral yang kuat di balik tindakan sederhana. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak selalu mudah, masih ada pedagang seperti Pakdhe Parjono yang memilih untuk tidak mencari keuntungan dengan mengorbankan kualitas dan kepercayaan pelanggan.
Poetoet menulis dalam unggahannya. “Kadang kosong atau nggak jualan karena dia bilang kualitas jagung atau kedelainya nggak sesuai yang dia mau. Prinsipnya nggak mau menjual barang jelek dan memilih tidak jualan daripada pembeli kecewa.”
Prinsip ini menunjukkan betapa pentingnya nilai kejujuran dan tanggung jawab dalam dunia usaha, terutama bagi pelaku UMKM yang mengandalkan kepercayaan dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Kisah seperti ini menjadi pengingat bahwa keberhasilan dalam berdagang tidak hanya diukur dari banyaknya keuntungan, tetapi juga dari konsistensi dalam menjaga mutu dan integritas.
Cerita tentang Pakdhe Parjono diketahui publik melalui unggahan di akun Threads milik Poetoet Soedarjanto. Dalam unggahan tersebut, Poetoet menceritakan kebiasaannya membeli jagung dan kedelai rebus dari pedagang ini hampir setiap hari saat pulang kerja.
Menurutnya, dagangan Pakdhe Parjono tidak hanya disukai karena rasanya yang enak, tetapi juga karena kebersihan dan kesederhanaannya. Namun, Poetoet juga menambahkan bahwa ada kalanya pedagang tersebut tidak berjualan selama beberapa hari. Setelah ditanya, Pakdhe menjelaskan bahwa ia tidak menemukan bahan baku yang sesuai dengan standar yang diinginkannya.
Bagi Pakdhe, menjual produk yang tidak layak sama dengan menipu pelanggan. Oleh karena itu, ia memilih berhenti sementara daripada menurunkan kualitas.
Unggahan tersebut kemudian disertai foto yang memperlihatkan dua orang tersenyum, salah satunya diduga Pakdhe Parjono, berdiri di samping gerobak dan sepeda jualannya. Foto ini semakin menguatkan kesan sederhana dan tulus dari sosok pedagang yang diceritakan.
Kisah seperti yang dialami Pakdhe Parjono sebenarnya menggambarkan nilai-nilai lokal yang mulai jarang ditemui di dunia bisnis modern. Di tengah maraknya praktik usaha yang terkadang hanya berorientasi pada keuntungan semata, prinsip seperti yang dipegang Pakdhe menjadi contoh nyata tentang bagaimana etika dan kualitas bisa berjalan seiring.
Banyak pengguna Threads maupun netizen di platform lain yang memuji sikap tersebut. Mereka menganggap bahwa pedagang seperti Pakdhe Parjono adalah aset sosial yang perlu diapresiasi dan didukung, terutama oleh pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.
Selain itu, kisah ini juga menjadi refleksi bagi para pelaku UMKM lainnya agar tidak tergoda untuk menurunkan standar kualitas hanya demi mengejar keuntungan cepat. Di sisi lain, pembeli pun diingatkan untuk lebih menghargai pedagang yang menjunjung tinggi kejujuran.
Ada beberapa nilai penting yang bisa dipetik dari kisah Pakdhe Parjono:
1. Kejujuran dalam berdagang – tidak semua pedagang berani menolak berjualan ketika bahan baku tidak layak.
2. Konsistensi terhadap kualitas – kualitas produk adalah kunci utama menjaga kepercayaan pembeli.
3. Integritas di atas keuntungan – kepercayaan pelanggan lebih berharga daripada uang sesaat.
4. Sederhana namun bermakna – meski dengan alat sederhana seperti sepeda dan gerobak kecil, prinsip yang besar menjadikan usaha ini bermartabat.
5. Inspirasi bagi UMKM lain – sikap seperti ini layak menjadi contoh dan inspirasi bagi para pelaku usaha kecil di seluruh Indonesia.
Kisah Pakdhe Parjono mungkin sederhana, hanya tentang pedagang jagung dan kedelai rebus di pinggir jalan. Namun dari kisah kecil ini, kita belajar tentang arti besar dari kejujuran, tanggung jawab, dan dedikasi terhadap kualitas.
Unggahan Poetoet Soedarjanto bukan hanya sekadar cerita, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap sosok-sosok kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Di tengah arus modernisasi dan kompetisi bisnis yang ketat, masih ada pedagang seperti Pakdhe Parjono yang berani memegang teguh prinsip. “Lebih baik tidak berjualan daripada membuat pembeli kecewa.”
Sebuah pesan sederhana namun sarat makna, yang layak menjadi cermin bagi semua pelaku usaha di negeri ini. (ahm/ahh).












