Pesawaran, SniperNew.id – Warga Desa Halangan Ratu, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, mengeluhkan keberadaan galian tanah besar di area perbatasan antara permukiman penduduk dengan kawasan perkebunan kelapa sawit milik PTPN 1 Regional 7. Galian tersebut disebut-sebut memiliki ukuran cukup besar dengan panjang mencapai sekitar satu kilometer, kedalaman hampir empat meter, dan lebar sekitar empat meter.
Keberadaan galian ini dinilai membahayakan keselamatan masyarakat, terutama anak-anak, serta mengganggu aktivitas warga di sekitar lokasi.
Kekhawatiran Warga: Ancaman Keselamatan dan Lingkungan,Menurut penuturan Bu Lia, salah seorang warga Desa Halangan Ratu
yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, galian tanah tersebut mulai tampak sejak Februari 2025. Hingga kini, kata dia, belum ada upaya penutupan ataupun pengamanan dari pihak perusahaan. Ia menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan, mengingat lokasi galian berdekatan dengan area tempat anak-anak sering bermain setiap sore hari.
“Di sekitar galian itu banyak anak-anak kecil. Kami khawatir kalau mereka terperosok atau jatuh ke dalam lubang, karena dalamnya hampir empat meter,” ujar Bu Lia, Kamis (9/10/2025), saat ditemui di kediamannya.
Lebih lanjut, Bu Lia menuturkan bahwa kondisi galian menjadi semakin berbahaya saat musim hujan. Air hujan yang tidak terserap menyebabkan lubang besar itu tergenang dengan ketinggian air yang dapat mencapai dua meter.
Selain menimbulkan potensi tenggelam, genangan air tersebut juga berisiko menjadi sarang hewan berbisa seperti ular dan katak, serta menjadi tempat berkembang biak nyamuk yang dapat menularkan penyakit.
“Kalau hujan, airnya menggenang dalam. Belum lagi banyak kambing warga yang tidak bisa melintas. Kami berharap pihak perusahaan bisa menutup kembali galian itu atau setidaknya membuat jembatan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan aman,” tambahnya.
Tokoh Adat Angkat Bicara: “Jangan Tunggu Korban Jiwa” Kekhawatiran serupa disampaikan oleh Asli Gelar Pengikhan Peduka, salah satu tokoh adat Desa Halangan Ratu. Ia menilai keberadaan galian tanah di wilayah perbatasan desa tanpa pagar pengaman merupakan bentuk kelalaian yang sangat membahayakan masyarakat.
“Coba bayangkan, kalau musim hujan air bisa mencapai dua sampai tiga meter tanpa ada pagar pengaman. Bagaimana kalau ada anak-anak tercebur ke dalam? Siapa yang akan bertanggung jawab?” ujarnya.
Asli Gelar Pengikhan Peduka menegaskan, masyarakat tidak menolak aktivitas perusahaan di sekitar wilayah mereka selama kegiatan tersebut memperhatikan aspek keselamatan dan tanggung jawab sosial. Namun, ia menyayangkan sikap PTPN 1 Regional 7 yang hingga kini belum memberikan keterangan resmi maupun tindakan nyata terhadap keluhan masyarakat.
“Kami minta pihak perusahaan segera menutup kembali galian itu. Pemerintah daerah juga harus turun tangan demi keselamatan warga Desa Halangan Ratu,” pungkasnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, galian yang membentang sepanjang hampir satu kilometer itu membentuk parit besar yang memisahkan area perkebunan sawit dengan pemukiman warga.
Beberapa warga menduga, galian tersebut awalnya dibuat untuk drainase atau sistem pengairan perkebunan. Namun, pengerjaannya dianggap tidak sesuai prosedur karena dilakukan terlalu dekat dengan area permukiman tanpa adanya papan informasi kegiatan, rambu keselamatan, atau pagar pengaman.
“Kalau memang untuk drainase, seharusnya ada papan proyek dan pengawasan dari pihak berwenang. Ini dibiarkan begitu saja, tidak ada tanda-tanda pekerjaan resmi,” ujar Rahman, warga setempat yang sehari-hari bekerja sebagai petani.
Menurut Rahman, banyak warga kini memilih memutar jalan lebih jauh untuk menuju kebun atau ladang karena khawatir melintasi area tersebut. Selain itu, beberapa hewan ternak seperti kambing dan sapi milik warga juga dikabarkan terjebak di area galian, terutama saat hujan dan tanah menjadi licin.
Permintaan Warga: Pemerintah dan DPRD Diminta Turun Tangan. Masyarakat Desa Halangan Ratu secara tegas meminta intervensi pemerintah daerah, khususnya Bupati Pesawaran, Dinas Lingkungan Hidup, serta DPRD Kabupaten Pesawaran, untuk meninjau langsung kondisi di lapangan.
Mereka berharap pemerintah dapat memberikan teguran dan tindakan administratif kepada PTPN 1 Regional 7 agar segera menutup kembali galian yang membahayakan itu.
“Kami warga tidak menolak pembangunan atau kegiatan perusahaan, tapi mohon keselamatan kami juga diperhatikan. Jangan tunggu ada korban baru bertindak,” kata Asli Gelar Pengikhan Peduka.
Menurutnya, situasi ini bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga pelanggaran terhadap aspek keselamatan publik (public safety) dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang semestinya dijalankan oleh BUMN seperti PTPN.
Sebagai perusahaan pelat merah yang beroperasi di bawah naungan Holding Perkebunan Nusantara (PTPN III Persero), PTPN 1 Regional 7 memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan praktik bisnis yang berkelanjutan dan beretika.
Kegiatan perusahaan di sekitar permukiman warga seharusnya melalui mekanisme Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) atau setidaknya Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) yang melibatkan masyarakat.
Pengabaian terhadap aspek keselamatan publik dapat berdampak pada reputasi perusahaan sekaligus menyalahi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang selama ini dijunjung oleh BUMN.
“Kami tahu PTPN itu perusahaan besar milik negara. Tapi kalau kegiatan seperti ini dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan,” ujar Bu Lia.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PTPN 1 Regional 7 belum memberikan keterangan resmi terkait keluhan masyarakat Desa Halangan Ratu. Upaya konfirmasi yang dilakukan melalui perangkat desa dan perwakilan kecamatan Negeri Katon juga belum membuahkan hasil.
Beberapa warga menyebut, pekerja lapangan dari perusahaan sudah jarang terlihat sejak Maret 2025, dan aktivitas penggalian berhenti tanpa penutupan atau pemulihan lahan.
Pihak media dan masyarakat berharap agar manajemen PTPN 1 Regional 7 segera memberikan klarifikasi terbuka, baik melalui pemerintah daerah maupun forum resmi bersama warga.
Warga Desa Halangan Ratu menutup keluhannya dengan seruan agar pemerintah tidak menunda tindakan. Mereka menekankan bahwa keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas di atas kepentingan ekonomi perusahaan.
“Kami tidak ingin ada korban jiwa baru masalah ini ditangani. Kami mohon Pemkab Pesawaran dan DPRD turun langsung ke lapangan,” ujar salah satu warga lainnya, Hasan, mewakili kelompok warga yang tinggal di sekitar lokasi.
Selain penutupan galian, warga juga meminta agar perusahaan membangun jalur akses aman atau jembatan darurat bagi warga yang harus melintas ke kebun. Langkah itu dianggap perlu sebagai bentuk tanggung jawab sosial sementara sebelum ada keputusan resmi terkait penanganan galian.
Kasus galian tanah di Desa Halangan Ratu mencerminkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas perusahaan besar di daerah, terutama yang berdekatan dengan permukiman warga.
Perusahaan dituntut untuk mengutamakan keselamatan masyarakat, kelestarian lingkungan, serta keterbukaan informasi publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Panduan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Masyarakat berharap agar Bupati Pesawaran, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, dan DPRD Kabupaten Pesawaran segera menindaklanjuti laporan ini melalui inspeksi lapangan dan mediasi antara warga dengan pihak perusahaan.
Keberadaan galian tanah dengan kedalaman hingga empat meter dan panjang satu kilometer tanpa pengamanan yang memadai jelas tidak sejalan dengan prinsip keselamatan publik dan berpotensi menimbulkan kerugian sosial maupun ekologis.
“Kami hanya ingin hidup aman, tanpa rasa takut kalau anak-anak main di sekitar rumah,” tutup Bu Lia.
Catatan Redaksi: Laporan ini disusun berdasarkan hasil wawancara langsung dengan warga Desa Halangan Ratu, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, serta hasil observasi lapangan. Pihak redaksi masih menunggu tanggapan resmi dari PTPN 1 Regional 7 guna keseimbangan pemberitaan sesuai Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 dan 3.












