Berita Peristiwa

Ratusan Pekerja Asing di Kamboja Mengamuk, Diduga Gara-Gara Gaji Tak Dibayar

221
×

Ratusan Pekerja Asing di Kamboja Mengamuk, Diduga Gara-Gara Gaji Tak Dibayar

Sebarkan artikel ini

Sihanoukville, SniperNew.id – Sabtu malam, 4 Oktober 2025, kawasan China Town di Sihanoukville, Kamboja, mendadak ricuh setelah ratusan pekerja asing yang bekerja di sebuah markas judi daring dan penipuan telepon (scam call center) mengamuk. Para pekerja asal luar negeri itu menghancurkan sejumlah fasilitas dan aset perusahaan tempat mereka bekerja, Selasa (07/10).

Peristiwa ini pertama kali dilaporkan oleh akun media poskotanetwork melalui platform Threads, disertai unggahan video yang memperlihatkan suasana kacau di dalam gedung perusahaan. Dalam video berdurasi singkat itu tampak puluhan pekerja berteriak dan saling dorong di dalam ruangan yang dipenuhi meja kerja dan peralatan elektronik. Suara teriakan dan benturan benda terdengar keras, menggambarkan kekacauan yang terjadi.

Menurut laporan tersebut, kerusuhan terjadi sekitar Sabtu malam waktu setempat. Para pekerja yang terlibat berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia, India, dan Pakistan. Mereka terekam menghancurkan barang-barang elektronik, komputer, serta perlengkapan kantor lainnya milik perusahaan yang diketahui dimiliki oleh warga negara Tiongkok.

Menurut sumber di lapangan yang dikutip poskotanetwork, kericuhan diduga dipicu oleh persoalan penggajian. Para pekerja mengeluh karena gaji yang dijanjikan tidak dibayarkan secara penuh atau tertunda dalam waktu lama. Beberapa di antara mereka bahkan mengaku belum menerima bayaran selama berbulan-bulan.

Perusahaan tempat mereka bekerja disebut bergerak di bidang operasi online scam dan judi daring (online gambling). Dalam beberapa tahun terakhir, industri semacam ini berkembang pesat di Sihanoukville — sebuah kota pelabuhan di Kamboja yang dikenal sebagai pusat bisnis daring ilegal dan perjudian lintas negara.

Banyak pekerja asing, terutama dari Asia Selatan dan Asia Tenggara, direkrut dengan janji pekerjaan di bidang teknologi atau pemasaran digital. Namun setelah tiba di lokasi, mereka mendapati kenyataan bahwa pekerjaan mereka adalah bagian dari jaringan penipuan telepon atau situs perjudian online.

Salah satu sumber lokal menyebutkan bahwa “karyawan yang bekerja di sana seringkali tertipu, dipaksa bekerja tanpa izin resmi, bahkan ada yang disekap dan tidak bisa keluar dari komplek perusahaan.”

Aparat kepolisian Kamboja segera diterjunkan ke lokasi kejadian untuk mencegah meluasnya kerusuhan. Polisi tampak berjaga di sekitar area kantor yang menjadi pusat bentrokan dan mengevakuasi sejumlah pekerja.

Menurut laporan media setempat yang dikutip ulang oleh poskotanetwork, pihak berwenang Kamboja menduga aksi itu bukan hanya akibat keterlambatan pembayaran gaji, tetapi juga adanya ketidakpuasan terhadap kondisi kerja yang buruk dan dugaan eksploitasi.

“Polisi berusaha menenangkan situasi agar tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan lebih parah,” tulis akun tersebut. Sejumlah video amatir yang beredar memperlihatkan petugas keamanan berseragam mencoba menghalau kerumunan dan mengamankan beberapa individu yang diduga provokator.

Unggahan poskotanetwork tersebut memicu berbagai tanggapan dari pengguna Threads. Dalam kolom komentar, sejumlah warganet menanggapi dengan beragam perspektif  dari sinis hingga prihatin.

Akun @lanvin.gieves menulis, “Lah kan dapat dari nipu orang, ngapain komplain ke pusat? Mungkin pura-pura marah biar gak ketangkep semua wkwkwk.”

Komentar itu mengisyaratkan pandangan skeptis terhadap motif para pekerja, seolah menganggap amarah tersebut sebagai taktik agar mereka tidak terjerat hukum.

Sementara itu, akun @thisrie_hamid menuliskan. “Lah kok mukanya kebanyakan kek orang Asia Selatan… Emang jaringan India, di mana-mana jadi scammer!!!”

Komentar tersebut menuai kritik dari sebagian pengguna lain karena mengandung unsur stereotip dan diskriminasi terhadap kelompok etnis tertentu.

Pengguna lain, @gendhoek_limboek, memberi pandangan lebih luas. “Judol itu selalu jadi racun untuk SDM rendah, yang gak bisa berpikir bahwa efeknya judi selalu mudarat…”

Komentar ini menyoroti akar masalah sosial dari praktik perjudian daring yang merusak moral serta membuka ruang bagi eksploitasi pekerja di sektor ilegal tersebut.

Sihanoukville selama ini dikenal sebagai pusat aktivitas ekonomi berbasis daring yang tidak seluruhnya legal. Setelah Kamboja secara resmi melarang perjudian online pada 2019, banyak operator memindahkan aktivitas mereka ke bawah tanah, memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan.

Perusahaan-perusahaan ini seringkali dijalankan oleh warga asing, terutama dari Tiongkok, dan mempekerjakan ribuan tenaga kerja dari berbagai negara Asia. Sebagian besar pekerja direkrut melalui iklan pekerjaan palsu dengan iming-iming gaji tinggi dan fasilitas lengkap.

Namun, banyak dari mereka justru berakhir menjadi korban perdagangan manusia atau eksploitasi kerja. Beberapa laporan investigasi sebelumnya menyebutkan bahwa para pekerja dipaksa menipu orang melalui media sosial atau panggilan telepon untuk menarik korban ke dalam investasi bodong dan situs judi ilegal.

Kerusuhan di Sihanoukville ini bukan peristiwa pertama. Dalam dua tahun terakhir, sudah beberapa kali muncul kabar tentang pekerja asing yang mengamuk atau kabur dari kompleks perusahaan sejenis karena tidak tahan dengan kondisi kerja.

Kali ini, dugaan penyebab utamanya adalah keterlambatan pembayaran gaji. Namun di balik itu, terdapat persoalan yang lebih kompleks mulai dari eksploitasi, ancaman, hingga penahanan paspor oleh pihak perusahaan.

“Ini hanyalah puncak gunung es dari industri online scam yang beroperasi lintas negara,” ujar seorang pengamat hubungan internasional asal Phnom Penh kepada media lokal. “Pemerintah Kamboja perlu bertindak lebih tegas, bukan hanya terhadap pekerjanya, tapi juga terhadap sindikat yang mempekerjakan mereka.”

Hingga berita ini disusun, pihak otoritas Kamboja masih melakukan penyelidikan terhadap insiden tersebut. Polisi telah mengamankan beberapa pekerja asing untuk dimintai keterangan, sementara sebagian lainnya dipulangkan ke asrama yang berada di dalam kompleks perusahaan.

Sementara itu, Kedutaan Besar Indonesia di Phnom Penh disebut telah memantau situasi tersebut untuk memastikan tidak ada WNI yang menjadi korban. Pihak KBRI dikabarkan tengah berkoordinasi dengan kepolisian setempat guna memastikan keselamatan warga negara Indonesia yang bekerja di sektor digital di wilayah tersebut.

Kericuhan ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah-pemerintah di kawasan Asia Tenggara mengenai risiko besar dari industri online scam lintas negara. Selain mencoreng reputasi tenaga kerja, praktik semacam ini juga menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi yang luas, serta memperparah citra negara-negara asal pekerja.

Peristiwa kerusuhan di markas online scam kawasan China Town, Sihanoukville, Kamboja, menunjukkan sisi gelap industri digital yang memanfaatkan tenaga kerja asing dengan cara tidak manusiawi.

Dari video dan laporan yang diunggah akun poskotanetwork, terlihat jelas bahwa amarah pekerja sudah mencapai titik puncak dipicu oleh ketidakadilan dalam sistem kerja yang eksploitatif.

Aparat keamanan Kamboja kini tengah berupaya menenangkan situasi, namun peristiwa ini membuka kembali diskusi global mengenai etika kerja lintas negara, tanggung jawab perusahaan, dan perlindungan bagi para pekerja migran yang kerap menjadi korban di balik layar industri digital ilegal.

Dengan penelusuran lebih lanjut dari pihak berwenang, dunia menantikan kejelasan: apakah para pekerja benar-benar korban eksploitasi, atau bagian dari jaringan yang lebih besar yang kini mulai retak dari dalam.

(Berita ini disusun berdasarkan unggahan akun Threads @poskotanetwork dan keterangan publik yang tersedia. (Ahm/abd).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *