Berita Peristiwa

Posting Kondisi Hutan Gundul, Warga Buleleng Didatangi Petugas Kehutanan

188
×

Posting Kondisi Hutan Gundul, Warga Buleleng Didatangi Petugas Kehutanan

Sebarkan artikel ini

Bali, SniperNew.id – Seorang warga Desa Ambengan, Kabupaten Buleleng, Bali, bernama Nengah Setiawan, menjadi sorotan publik setelah unggahannya tentang kondisi hutan gundul di wilayahnya viral di media sosial. Unggahan tersebut awalnya dimaksudkan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, namun justru berujung pada kunjungan dari pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Buleleng ke rumahnya, Selasa (07/10).

Peristiwa ini menjadi bahan perbincangan hangat di platform Threads, setelah akun @everythingbalii membagikan video dan kronologi kejadian. Dalam unggahan itu dijelaskan bahwa Nengah Setiawan sempat memposting kondisi hutan yang gundul di sekitar Desa Ambengan. Namun setelah video itu menyebar luas dan viral, pihak Dinas Kehutanan mendatangi rumahnya untuk mempertanyakan alasan di balik postingan tersebut.

> “Pihak Dinas Kehutanan Buleleng mendatangi rumahnya dan mempermasalahkan postingan tersebut. Mereka juga mempertanyakan kenapa harus memposting hal seperti itu, kenapa tidak melaporkan dulu ke pihak Dinas Kehutanan setempat,” tulis akun @everythingbalii dalam keterangannya.

Video dan keterangan tersebut segera mengundang beragam komentar dari netizen. Banyak pengguna Threads yang menyayangkan sikap aparat kehutanan yang justru mempermasalahkan unggahan warga, bukan kondisi hutan yang menjadi pokok persoalan.

Seorang pengguna bernama @febrinamarie menuliskan komentar yang mendapat ratusan tanda suka dari warganet. “Bisa-bisanya yang dipermasalahkan kenapa dia buat postingan begitu. Mestinya yang dipermasalahkan tuh kenapa bisa sampai gundul begitu hutannya. Kalau gak diposting, emang bakal dipeduliin?”

Komentar tersebut menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap aparat yang dianggap lebih fokus pada hal administratif ketimbang substansi masalah.

Komentar lain datang dari akun @olanfahrozi, yang menyindir sikap petugas kehutanan. “Karena orang Dinas Kehutanan lebih nyaman di kantor saja, tidak peduli dengan hutannya. Pas viral baru sok-sokan. (Kenapa gak lapor ke dinas kehutanan?) Bilang lo malu. Bukannya mengapresiasi, malah mengintervensi.”

Sementara akun lain, @alfinpranata42, menyoroti kurangnya empati dari pejabat publik terhadap masyarakat yang melaporkan keresahan lingkungannya:

“Orang pemerintah ini bukannya fokus sama tugasnya, malah mempermasalahkan masyarakat yang memposting soal keresahannya.”

Ketiga komentar itu mewakili sentimen umum dari masyarakat di ruang maya, yang menilai bahwa tindakan Dinas Kehutanan terkesan reaktif terhadap kritik publik, namun tidak proaktif terhadap masalah lingkungan.

Berdasarkan keterangan dari unggahan @everythingbalii, Nengah Setiawan diketahui mengunggah video yang memperlihatkan kondisi kawasan hutan di Desa Ambengan yang tampak gundul dan tidak terawat. Ia menyoroti hilangnya vegetasi di area yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu kawasan hijau di wilayah Buleleng.

Unggahan tersebut menjadi viral di media sosial karena dianggap mencerminkan keresahan masyarakat terhadap menurunnya kualitas lingkungan di daerah pegunungan Bali Utara. Tak lama kemudian, pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Buleleng mendatangi rumah Nengah Setiawan untuk meminta klarifikasi dan mempertanyakan motif postingannya.

Petugas kehutanan disebut menyampaikan bahwa warga seharusnya terlebih dahulu melapor ke dinas terkait, bukan langsung mempublikasikan di media sosial. Namun, pendekatan tersebut justru menuai kritik karena dianggap menekan ekspresi warga dan mengabaikan esensi dari masalah lingkungan yang diangkat.

Dalam video yang turut diunggah, terlihat suasana di depan rumah Nengah Setiawan. Beberapa warga tampak hadir, termasuk sejumlah petugas yang berdialog dengan nada cukup serius. Dari ekspresi dan gestur para warga, terlihat suasana diskusi yang tegang namun tetap dalam koridor sopan.

Beberapa warga setempat, sebagaimana dikutip dari unggahan tersebut, mendukung tindakan Nengah Setiawan. Mereka menilai bahwa postingan itu bukan bentuk provokasi, melainkan cara untuk menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan yang mulai rusak.

Salah satu warga menyebutkan, “Kalau tidak diposting, mungkin tidak ada yang tahu kondisi hutan kami yang makin parah. Justru kami berharap pihak dinas bisa turun langsung melihat kondisi di lapangan.”

Kasus yang menimpa Nengah Setiawan ini memunculkan perdebatan etis di ruang publik: sampai sejauh mana masyarakat boleh mengkritik kebijakan pemerintah melalui media sosial, terutama terkait isu lingkungan.

Dalam konteks kebebasan berpendapat, masyarakat berhak menyampaikan pendapat dan informasi, terutama bila menyangkut kepentingan publik seperti pelestarian alam. Namun di sisi lain, aparat pemerintah juga memiliki hak untuk mengklarifikasi dan memberikan penjelasan bila ada informasi yang dianggap tidak akurat.

Yang menjadi sorotan publik dalam kasus ini adalah cara penyampaian aparat yang dinilai kurang proporsional, karena langsung mendatangi rumah warga alih-alih membuka ruang dialog terbuka. Banyak pihak menilai pendekatan seperti itu bisa menimbulkan kesan intimidatif.

Kondisi hutan di Kabupaten Buleleng sendiri memang telah menjadi perhatian beberapa waktu terakhir. Berdasarkan data berbagai lembaga lingkungan, kawasan pegunungan di Buleleng mengalami penurunan tutupan hutan akibat alih fungsi lahan dan penebangan liar.

Desa Ambengan, yang dikenal sebagai daerah dengan potensi wisata air terjun dan pemandangan alam yang indah, kini menghadapi tantangan serius terkait pelestarian lingkungan. Banyak warga menilai, kegiatan pembangunan dan kurangnya pengawasan turut mempercepat kerusakan ekosistem di wilayah tersebut.

Postingan seperti yang dilakukan oleh Nengah Setiawan dianggap penting oleh sebagian warga, karena menjadi bentuk “alarm sosial” agar pemerintah lebih tanggap terhadap perubahan kondisi alam yang terjadi di daerah mereka.

Beberapa pengamat lingkungan menilai, alih-alih mempermasalahkan warga yang menyuarakan kepedulian, pihak dinas seharusnya membuka ruang dialog dan menjadikan laporan warga sebagai bahan evaluasi kebijakan.

Kasus ini, menurut para pemerhati, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperkuat komunikasi publik dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan harus dipandang sebagai mitra kerja pemerintah, bukan ancaman.

Kasus Nengah Setiawan menjadi refleksi penting tentang hubungan antara masyarakat, media sosial, dan pemerintah dalam menghadapi isu lingkungan. Di satu sisi, media sosial kini menjadi sarana efektif bagi warga untuk menyuarakan kepedulian. Namun di sisi lain, respons pemerintah terhadap kritik publik perlu dilakukan dengan pendekatan yang bijak dan edukatif.

Publik berharap agar kejadian seperti ini tidak lagi terulang, dan agar setiap suara warga yang peduli pada alam tidak dianggap sebagai ancaman, melainkan sebagai wujud cinta terhadap tanah tempat mereka berpijak. (abd/Ahm).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *